Malam ini lagi-lagi saya tidak memejamkan mata sampai dini hari begini, dibilang banyak pikiran ya nggak juga, dibilang lagi ada garapan ya nggak juga. Hahaha... entahlah apa ini yang dimaksud dengan insomnia, ini sudah berlangsung tujuh sampai sepuluh hari lhooo... Akhirnya saya memilih untuk blogging saja malam ini, sambil menunggu match Arsenal versus Bayern Muenchen. Semoga termasuk kegiatan produktif yang bermanfaat. Aamiin.. Hayooo yang ngamini pahalanya nambah lhoo.. :D

Jadi begini yang ingin saya tuliskan malam ini adalah tentang cara kita menilai orang lain. Sikap seseorang yang begini, begitu, atau seperti ini dan seperti itu seharusnya tidak menjadikan kita mengambil kesimpulan sendiri, lebih-lebih kalau kita tidak akrab, hanya tahu info singkatnya, bahkan tidak kenal sama sekali. Be wise-lah dalam menilai orang. Saya pernah nih, pasang status di facebook tentang PKS (Partai Keadilan Sejahtera), salah satu partai yang saya kagumi solidaritas kader dan pergerakannya yang rapi. Nah gara-gara status facebook saya itu beberapa orang mencap bahwa saya adalah kader PKS. ckckckckck --___--a memprihatinkan sekali, dan gak abang-abang lambe malah ada yang langsung frontal, kamu kan orang PKS ? halooo... demi apa coba nge-judge begitu ? hihihihihihi...
Memangnya kalau saya kagum pada PKS saya orang PKS ? kalau saya gak suka dengan kader NU yang money oriented berarti saya akan meninggalkan tradisi kultur NU ? Atau kalau saya sering sholat di masjid yang mayoritas jamaahnya berorganisasi Muhammadiyah berarti saya pengurus Muhammadiyah ? halooo... Mari bijak dalam menilai orang lain, sudah sering kita dengar dan baca 'don't judge the book by its cover' , tapi ternyata masih banyak orang di negeri ini yang mungkin belum pernah membaca tulisan itu, akhirnya mereka menilai dan melihat orang lain dari kulitnya saja.
Mari kita belajar dari parikan fenomenal yang dimiliki peradaban tertua di dunia ini, Jawa.
Pernahkah Anda mendengar lagu jawa yang berbunyi
Dondong opo salak, duku cilik-cilik
Ngandhong opo mbecak, mlaku thimik-thimik
Dulu, ketika saya masih kecil mbah saya sering menyanyikan lagu ini kata mama saya kalau saya sedang rewel, saya lupa-lupa ingat. Tapi seingat saya mbah saya lalu menanyakan pada saya 'hayooo, dondong opo salak?' lalu saya tertawa kecil menghentikan tangis saya.
Begini kalau mungkin Anda pernah mendengarnya, saya sedikit ingin memberikan maknanya, makna dari gendhing tersebut yang baru saya dapatkan di akhir Januari lalu saat ngaji di Tuban, yang mengejutkan lagi bahwa nada-nada tersebut konon katanya diciptakan oleh para wali.
Let's begin
Dondong, dondong itu buah yang kulitnya halus tapi rasanya kecut dan berserabut dimaknai sebagai manusia yang hanya bagus luarnya saja tapi isi hatinya kurang baik bahkan rusak.
Salak, nah kalau salak adalah buah yang kulitnya kasar bahkan tak jarang ketika kita mengupas kulitnya, jari kita akan terluka. Akan tetapi, buahnya lembut dan halus tidak seperti kedondong yang lebih keras. Salak oun diibaratkan sebagai manusia yang penampilan luarnya kurang baik atau bahkan buruk tetapi njeroning ati becik. Baik, bagus, dan husnudzon.
Duku, kalau duku benar buahnya kecil tapi penampakan luar dalamnya halus, lembut, dan manis. Penggambaran manusia ideal yang baik luar dalam. Menurut saya kita kudu jadi yang begini ini, semacam duku. Keren luar dalam, kalau Anda punya pikiran penampilan itu nomor sekian, itu terserah Anda. Bagi saya penampilan juga perlu, kata orang Jawa 'Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana'
Next
Ngandhong / Gendhong, Nah di parikan ini setau saya ternyata ada yang bilang ngandhong (naik andhong/delman) ada juga yang sering bilang gendhong. Seingat saya mbah saya bilangnya ngandhong kalau lagi parikan. Maksudnya adalah kita naik andhong yang ongkosnya untuk kusirnya yang pada ujungnya digunakan selain untuk kebutuhan keluarganya juga untuk membeli pakan atau perawatan kudanya juga. Jadi dalam hal ini kita berkasih sayang pada makhluk Tuhan bernama kuda.
Mbecak, Maksudnya adalah kita ke pasar naik becak, yang ongkosnya untuk pak becaknya, yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi begitulah, manusia saling melengkapi.
Mlaku thimik-thimik, It means, melangkahkan kaki sendiri, mandiri tanpa harus ngandhong atau mbecak.
Kembali ke bahasan saya tentang menilailah orang lain dengan bijak, ada kaitannya dengan parikan sesepuh kita dulu, tentang dondong opo salak ? Anda menilai seseorang hanya dari status-status facebook, BBM, atau twitternya, ada kemungkinan Anda melihat seseorang seperti Anda melihat kulit salak yang kasar. Akan berbeda jika Anda menelusurinya lebih dalam -tapi pentingkah untuk Anda? mencari tahu urusan orang lain- , seperti pada tulisan saya sebelumnya, Just manage your own business Dude ! Should be better for you. Menilailah yang pas, menilailah ketika Anda benar-benar tahu faktanya, menilailah pada tempat yang tepat, menilailah dari sudut pandang yang proporsional. :)
Saya juga pernah menilai orang lain, tapi penilaian saya mungkin berdasar, tidak asal menilai, tidak asal menarik kesimpulan. Kecuali kesimpulan pendek ketika saya menyaksikan berita di televisi tentang bullshitnya perpolitikan negeri ini, tentang media yang terkesan tidak fair dalam mewartakan. Dalam hal itu saya sering berkesimpulan pendek, bahkan cenderung ngawur tidak ilmiah. Hahahaha...
Sooo... Ketika Anda akan menilai seseorang apakah orang tersebut seperti dondong, salak, atau duku, pastikan penilaian Anda bijak. :)