Menjalin kebersamaan dalam waktu yang
cukup lama bukanlah perkara mudah. Lebih-lebih kami ditakdirkan untuk tidak
saling bertemu dalam kurun waktu yang cukup lama tiap tahunnya, kami hanya bisa
bersua saat momen Ramadhan tiba. Sekali dalam setahun. Sebelas bulan tak
bertemu pasti lebih banyak pengalaman, pola pikir, dan gaya hidup baru dari
luar yang melekat pada diri kami masing-masing. Tidak hanya itu, kontaminasi
juga menjadi hal yang tidak bisa kami hindari karena itu bagian dari dinamika
kehidupan. Lantas bagaimana nasib sebulan saat kami berkumpul?
Pertanyaan klasik yang mungkin
akan terjawab klasik juga. Tiap orang pasti berusaha untuk menjadi ‘aku’ yang
nomor satu. Mengutarakan sepenuh hati bahwa seakan-akan hanya dia yang punya
pengalaman paling seru selama sebelas bulan. Berupaya keras untuk memberikan
kisah paling inspiratif untuk lainnya yang dianggap pendengar setia. Akan
tetapi, berbeda dengan kami. Itu semua bertolak belakang dari sangkaan yang
diperkirakan. Berani beda, mungkin itu yang menjadi bawaan tiap dari kami yang
notabene memang apa adanya. Maklum anak daerah, kota kecil pula.
Sejak kami SMA kami sudah
dibiasakan untuk bekerja sama, walaupun kadang di jalur yang salah tapi
menggembirakan, kerjasama saat ujian. Membantu saat yang lainnya kesulitan
bukan hal yang tabu, justru kewajiban. Mendengarkan keluh kesah galaunya salah
satu diantara kami juga bukan hal yang bodoh. Curahan hati mulai perkara pacar,
cinta, putus, nilai sekolah, organisasi bahkan keluarga.
Atas latar belakang itu sudah bisa ditebak ketika kami berkumpul dalam momen yang hanya setahun sekali itu. Bukan meng-aku-kan diri tapi kami saling berbagi cerita dengan sedikit egoisme. Malu untuk show off who am I, karena kami adalah kumpulan bocah yang komplit. Memahami siapa yang memang cerewet, jago bicara, dan jadi bahan pembicaraan, hahaha. Jarang sekali kami membahas kegiatan sebelas bulan di luar yang menjadi kehidupan kami paling banyak. Kami lebih suka bernostalgia, membicarakan apa yang sedang terjadi sekarang, dan melanjutkan rencana kumpul-kumpul dengan tidak sia-sia.
Sepuluh sampai sebelas orang tiap
tahunnya, kami kumpulan bocah alumnus SMA ternama di Bondowoso yang memang
sudah ditakdirkan untuk punya pemikiran seiya sekata sampai sekarang masih bisa
berkumpul. Terhitung sejak 2011 ide gila kami tercetus oleh seorang yang
menjadi pionir gerakan ini, Ajeng mengawali kebermanfaatan kami sebagai sosok
manusia yang memang seharusnya menjadi manfaat untuk orang lain.
Berkegiatan sosial, menjadi
pilihan yang dirasa pas untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan. Sejak ituah,
tiap dari kami mulai peka terhadap sekitar, ternyata masih banyak
saudara-saudara kami yang tidak seberuntung kami. Sekolah terluntang-lantung
karena harus bingung mencari pinjaman sepatu, sekolah dengan perasaan sedikit
minder karena seragam yang dikenakan sudah tidak seputih siswa yang lain, dan
tak jarang yang celana sekolahnya harus ditambal jahit ulang. Ada juga yang
harus ber-part time di usia yang
sungguh belia, mencari tambahan uang saku atau bahkan sesuap nasi untuk hari
itu. Masih banyak juga yang bersusah payah lalu berputus asa karena untuk biaya
sekolah, makan, dan papannya sangat kesulitan, maklum ditinggal mati ayah
ibunya. Padahal, mereka juga punya hak seperti kami. Harusnya begitu. Lantas
apakah kami yang tahu kekejaman kodisi ini berdiam tak tergerak hatinya? Sudah
membatukah anugerah Tuhan berupa nurani ini? Semoga tidak.
Kami merasakan kenikmatan
tersendiri menjadi penebar rizki saudara-saudara kami yang mampu. Indahnya
berbagi karena ada janji Tuhan yang lebih indah saat kami berbagi menjadi
alasan kenapa sampai hari ini, di tahun ketiga, kami terus mengorbankan tenaga
dan uang saku dari orang tua kami untuk berkegiatan sosial. Malu, kami yang
sudah berkecukupan kalau membiarkan ketidakmampuan saudara-saudara kami yang
lain. Ajeng, Shelly, Eddo, Fanie, Dhika, Maya, Ade, Etta, Grace, Koko, dan
lainnya punya tanggung jawab moral sebagai manusia Indonesia yang katanya
terkenal ramah dan saling bercancut tali
wondo. Pertemuan setahun, menebar manfaat merangkul mereka yang tidak
seberuntung kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar