Laman

Minggu, 27 Oktober 2013

Pertemuan Setahun

Menjalin kebersamaan dalam waktu yang cukup lama bukanlah perkara mudah. Lebih-lebih kami ditakdirkan untuk tidak saling bertemu dalam kurun waktu yang cukup lama tiap tahunnya, kami hanya bisa bersua saat momen Ramadhan tiba. Sekali dalam setahun. Sebelas bulan tak bertemu pasti lebih banyak pengalaman, pola pikir, dan gaya hidup baru dari luar yang melekat pada diri kami masing-masing. Tidak hanya itu, kontaminasi juga menjadi hal yang tidak bisa kami hindari karena itu bagian dari dinamika kehidupan. Lantas bagaimana nasib sebulan saat kami berkumpul?

Pertanyaan klasik yang mungkin akan terjawab klasik juga. Tiap orang pasti berusaha untuk menjadi ‘aku’ yang nomor satu. Mengutarakan sepenuh hati bahwa seakan-akan hanya dia yang punya pengalaman paling seru selama sebelas bulan. Berupaya keras untuk memberikan kisah paling inspiratif untuk lainnya yang dianggap pendengar setia. Akan tetapi, berbeda dengan kami. Itu semua bertolak belakang dari sangkaan yang diperkirakan. Berani beda, mungkin itu yang menjadi bawaan tiap dari kami yang notabene memang apa adanya. Maklum anak daerah, kota kecil pula.

Sejak kami SMA kami sudah dibiasakan untuk bekerja sama, walaupun kadang di jalur yang salah tapi menggembirakan, kerjasama saat ujian. Membantu saat yang lainnya kesulitan bukan hal yang tabu, justru kewajiban. Mendengarkan keluh kesah galaunya salah satu diantara kami juga bukan hal yang bodoh. Curahan hati mulai perkara pacar, cinta, putus, nilai sekolah, organisasi bahkan keluarga.

Atas latar belakang itu sudah bisa ditebak ketika kami berkumpul dalam momen yang hanya setahun sekali itu. Bukan meng-aku-kan diri tapi kami saling berbagi cerita dengan sedikit egoisme. Malu untuk show off who am I, karena kami adalah kumpulan bocah yang komplit. Memahami siapa yang memang cerewet, jago bicara, dan jadi bahan pembicaraan, hahaha. Jarang sekali kami membahas kegiatan sebelas bulan di luar yang menjadi kehidupan kami paling banyak. Kami lebih suka bernostalgia, membicarakan apa yang sedang terjadi sekarang, dan melanjutkan rencana kumpul-kumpul dengan tidak sia-sia.

Sepuluh sampai sebelas orang tiap tahunnya, kami kumpulan bocah alumnus SMA ternama di Bondowoso yang memang sudah ditakdirkan untuk punya pemikiran seiya sekata sampai sekarang masih bisa berkumpul. Terhitung sejak 2011 ide gila kami tercetus oleh seorang yang menjadi pionir gerakan ini, Ajeng mengawali kebermanfaatan kami sebagai sosok manusia yang memang seharusnya menjadi manfaat untuk orang lain.

Berkegiatan sosial, menjadi pilihan yang dirasa pas untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan. Sejak ituah, tiap dari kami mulai peka terhadap sekitar, ternyata masih banyak saudara-saudara kami yang tidak seberuntung kami. Sekolah terluntang-lantung karena harus bingung mencari pinjaman sepatu, sekolah dengan perasaan sedikit minder karena seragam yang dikenakan sudah tidak seputih siswa yang lain, dan tak jarang yang celana sekolahnya harus ditambal jahit ulang. Ada juga yang harus ber-part time di usia yang sungguh belia, mencari tambahan uang saku atau bahkan sesuap nasi untuk hari itu. Masih banyak juga yang bersusah payah lalu berputus asa karena untuk biaya sekolah, makan, dan papannya sangat kesulitan, maklum ditinggal mati ayah ibunya. Padahal, mereka juga punya hak seperti kami. Harusnya begitu. Lantas apakah kami yang tahu kekejaman kodisi ini berdiam tak tergerak hatinya? Sudah membatukah anugerah Tuhan berupa nurani ini? Semoga tidak.

Kami merasakan kenikmatan tersendiri menjadi penebar rizki saudara-saudara kami yang mampu. Indahnya berbagi karena ada janji Tuhan yang lebih indah saat kami berbagi menjadi alasan kenapa sampai hari ini, di tahun ketiga, kami terus mengorbankan tenaga dan uang saku dari orang tua kami untuk berkegiatan sosial. Malu, kami yang sudah berkecukupan kalau membiarkan ketidakmampuan saudara-saudara kami yang lain. Ajeng, Shelly, Eddo, Fanie, Dhika, Maya, Ade, Etta, Grace, Koko, dan lainnya punya tanggung jawab moral sebagai manusia Indonesia yang katanya terkenal ramah dan saling bercancut tali wondo. Pertemuan setahun, menebar manfaat merangkul mereka yang tidak seberuntung kami.


Dedicated to my KURMA team (Syukur Ramadhan Untuk Sesama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar