Selain sandang dan papan, salah
satu kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup adalah ketersediaan bahan pangan.
2013, beraneka jenis bahan pangan dan olahannya muncul di berbagai penjuru di dunia
tidak terkecuali Indonesia, hal yang menjadi pertanyaan retorik bagi kita
muslim Indonesia adalah apakah ini bagian dari kemajuan perkembangan Islam?
Padahal sudah jelas dan gamblang Allah Swt jelaskan dalam Al Qur’an untuk
mengkonsumsi barang yg jelas halal dan thoyyib (baik) lagi tidak menjijikkan
(Al Baqoroh : 168).
Lebih jauh lagi kita berpikir,
ini bukan sekedar haram atau halalnya satu bahan pangan tetapi lebih
menyadarkan kita untuk menggunakan anugerah yang Allah ta’ala berikan kepada
kita manusia, akal. Logika, etika, dan estetika dengan berqouliah menjadi hal
yang juga harus diperhatikan dalam memandang setiap sebuah fenomena. Mari kita gunakan
tiga komponen tersebut untuk mendiskusikan bahan pangan yang sekarang beredar
di masyarakat Indonesia.
Ada hal yang menarik terjadi di
negeri ini, semua orang Indonesia sejak masa sekolah dasar sudah dijelaskan
bahwa negara ini adalah negara yang
gemah ripah loh jinawi karena Allah ta’ala anugerahkan agraris dan maritim.
Dogma tersebut penulis dapatkan sekitar tahun 1997 atau 1998 ketika masuk
sekolah dasar. Akan tetapi, ada fakta baru yang penulis dapatkan di tahun 2013
ini, saat penulis hampir menyelesaikan studi profesi dokter hewannya. Sebulan
yang lalu dari sebuah surat kabar diberitakan dari Pemilik Sentra Produksi Tahu
Putra Soma bahwa Indonesia sudah impor kedelai dari Amerika sejak tahun 90-an,
padahal sebelumnya kedelai yang dibuat untuk tahu dan tempe adalah 100% kedelai
lokal. Nah loh… jadi tahun 90’an itu yang betul yang mana?
Terlepas dari informasi di era
90’an, selain Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika, Indonesia juga
mengimpor dari India, China, dan Brazil hanya saja ketiga negara yang penulis
terakhir sebut sudah tidak mengimpor lagi. Jadi, saat ini Amerika menjadi
satu-satunya negara ‘penyumbang’ kedelai untuk Indonesia. Apakah fakta ini bisa
ditarik benang merah bahwa Indonesia sudah bergantung pada Amerika? Hipotesis
penulis, bisa jadi. Hal yang harus dicermati disini adalah Amerika, negeri
Paman Sam ini telah menggunakan teknologi transgenik. Teknologi transgenik
adalah teknologi yang meluas sejak tahun 90’an, transgenik merupakan teknologi
merekayasa genetic pada bahan pangan baik pada hewan atau tumbuhan sebagai
sumber pangan dengan menyisipkan gen atau DNA binatang, bakteri, atau virus
untuk tujuan tertentu. Seorang ahli ekonomi abad 18, Robert Maltus berpendapat
dengan merekayasa genetic bahan pangan dianggap mampu mengatasi masalah pangan
karena menurutnya jumlah populasi manusia cenderung tumbuh secara deret ukur
(1, 2, 4, 8, 16 dst) sedangkan perediaan makan tumbuh secara deret hitung (1,
2, 3, 4, dst) dan dianggap bisa menimbulkan kelaparan seluruh dunia.
Transgenik, walaupun sudah
berkembang pesat sejak tahun 90’an dengan pembuktian seperti kentang Bt (Bacillus thuringinensis) yang tahan
terhadap cendawan dan nematoda. Atau tomat yang tahan pada cuaca dingin bahkan
bersalju karena direkayasa dengan penyisipan ikan Flounder yang bisa bertahan
hidup di perairan dingin. Sampai saat ini teknologi tersebut masih dalam
perdebatan yang belum bertemu simpulnya dikarenakan ada pihak yang pro dengan
dalih ini sebuah kemajuan dan perlindungan dunia dari kelaparan global, di sisi
lain transgenik masih dianggap berbahaya bagi keselamatan hidup manusia karena
telah terbukti secara ilmiah.
Setelah mengenal sekilas tentang
transgenik, mari kita kembali pada cermatan penulis tentang Amerika dan
transgenik. Transgenik yang tingkat keamanannya belum bisa digaransi karena
proses pembentukannya tidak alami dan bisa menyebabkan mutasi yang luas ternyata
di Amerika sudah dikembangkan pada beberapa bahan pangan. Data menunjukkan 63%
jagung, 83% kapas, dan 89-90% kedelai Amerika adalah transgenik. Data ini
menunjukkan bahwa kemungkinan besar kedelai yang Indonesia impor dari Amerika
adalah kedelai transgenik. Tahu, tempe, bahkan susu kedelai yang dianggap
menyehatkan kemungkinan besar adalah transgenik asal Amerika yang tingkat
keamanannya perlu dipertanyakan.
Belakangan ini, peneliti
independen menyatakan dalam sebuah jurnal bahwa kedelai trangsenik kandungan
proteinnya bisa bermutasi, dengan sebutan seems
like a prion. Prion adalah protein normal yang bermutasi menjadi protein
scrapie dan bersifat infeksius infeksious yang menyerang secara neurologis
(saraf) dan berakibat fatal pada manusia dan hewan. Beberapa contoh penyakit
yang disebabkan oleh prion adalah penyakit kuru pada manusia dan sapi gila/ mad cow disease pada hewan. Kdelai
transgenik memiliki kemampuan tahan terhadap herbisida, hal itu mengindikasikan
ada perubahan gen di dalamnya yang salah satu molekul di dalamnya akan
menimbulkan senyawa allergen (zat
penyebab alergi).
Sekali lagi, teknologi transgenik
tidak didukung seratus persen dan tidak ditolak seratus persen. Pihak yang pro berpendapat
bahwa dapat meningkatkan kualitas, dengan teknologi ini akan menghemat biaya
dan lebih aman karena tidak menggunakan pestisida atau obat tumbuhan secara
kimia. Pendapat lain menyatakan bahwa teknologi ini tidak alami dan dapat
menimbulkan zat berbahaya bagi manusia. Kedua pihak ini sama-sama memiliki
bukti ilmiahnya.
Teknologi itu tak ubahnya seperti
pisau bermata dua, bisa bermanfaat atau berbahaya. Penulis hanya menghimbau,
mencermati, dan mencoba mengajak berpikir. Apakah kedelai transgenik Amerika
yang dikonsumsi muslim Indonesia sudah benar-benar aman? Ingat, terkadang efek
suatu bahan terhadap tubuh manusia itu berlangsung kronis (menahun), per akut
(sangat cepat) sehingga tidak menimbulkan gejala, atau akut (cepat). Bisa jadi
bahaya yang ditimbulkan 3-4 tahun atau bahkan belasan sampai puluhan tahun ke
depan, seperti efek minuman-minuman berenergi yang merusak ginjal, tidak
seminggu atau sebulan tapi butuh bertahun-tahun sampai ginjal kita rusak jika
terus mengkonsumsinya. Berikutnya, ingatkah Anda jika muslim Indonesia yang
Jawa Dwipa ini benar-benar ditakuti oleh barat jika semakin bertakwa pada Allah
Swt?
Merujuk pada sulthon yang Allah
tuliskan pada surah ke 55 dalam Al Qur’an, sulthon inilah yang harus muslim
mukmin sadari. Teknologi dan ilmu pengetahuan harus dikuasai, bukan kaum neoliberalisme
yang menggenggamnya. Muslim. Ada hal terpenting yang harus disadari oleh muslim
di era sekarang, bukan perang fisiklah yang menjadi strategi kita sekarang.
Indonesia, negeri tercinta ini sudah ber-ghazwul
fikr dengan barat, perang pemikiran, perang teknologi. Perang yang sebagian
muslim tidak menyadarinya, bahkan pondok pesantren sekalipun. Terjajah
perlahan-lahan oleh ideologi non qur’anic, non Muhammad.
Rapi benar barat menyusup,
mengelabuhi dengan berbagai tipu daya yang seakan-akan mempermudah Islam yang
sudah mudah. Termasuk melalui tahu dan tempe yang hampir setiap hari menjadi
santapan di meja makan keluarga, warung kopi, atau warung makan tengah pasar. Tahu
dan tempe pun menjadi dilema. Beginilah tempe tahu Amerika rasa Indonesia.
Anda mau bagaimana? Berpuasa
lebih aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar