Laman

Selasa, 22 Mei 2012

Mimpi Besar untuk Bondowosoku

Masjid Agung At-Taqwa Bondowoso

Alhamdulillah... kerinduanku pada tanah kelahiran akhirnya sudah terbayarkan. Meminjam kalimat Syahrini, tiga bulan tidak pulang kampung itu ‘sesuatu ya’. Sudah barang tentu bocah sepertiku dirindukan orang tuanya dan kampung halamannya. ‘Hambar rasanya tanpa dirimu,’ begitu kata Bondowoso. Hahaha

Keasrian kota yang mempesona, originalitas hawa udaranya yang khas, ketentraman penduduknya yang menenangkan jiwa, keelokan budaya saling menyapanya masih melekat. Yaa itulah alasan mengapa saya cinta Bondowoso.

Guru besar saya pernah bercerita, “Saya ini bukan asli Bondowoso, tapi saya cinta Bondowoso. Sekarang kita lihat pembesar-pembesar masjid agung, adakah yang asli Bondowoso ? Bupatinya ? dan Pejabatnya ? Saya punya harapan besar di masa depan, Bondowoso menjadi besar karena orang-orang Bondowoso sendiri.”

Monumen Gerbong Maut Bondwoso
Benar juga, pembesar-pembesar perintis masjid agung sepertinya sedikit sekali yang asli Bondowoso, dari nama-nama berikut, almaghfurlah KH Masrur Masyhud, almaghfurlah KH Qusyairi Mahfudz, KH. Imam Barmawi Burhan, KH Achmad Sodiq, KH. SA Hodari, KH Kholiel Syafi’ie, KH. Siddiq, yang saya tahu hanya KH Siddiq yang asli Bondowoso. Tiga bupati terakhir yang saya tahu juga bukan asli Bondowoso. Pejabat-pejabatnya juga demikian, yang saya tahu asli Bondowoso juga hanya sedikit.

Dawuh guru besar saya bertahun-tahun yang lalu itu ternyata baru menjadi sebuah renungan ketika saya saat ini secara tidak langsung ‘dipersiapkan’ untuk menyongsong majunya Bondowoso. Yaa menjadi mahasiswa adalah mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin dan penerus tongkat estafet perjuangan bangsa ini. Memang saya juga punya mimpi besar untuk kembali ke Bondowoso setelah lulus nanti, membesarkan Bondowoso dengan kehijauan sawahnya, membirukan Bondowoso melalui Sampeyan Barunya, dan membersihkan Bondowoso dengan budaya kearifan lokalnya. Ada cita-cita besar yang ingin saya tunaikan dengan eksistensi saya sebagai dokter hewan esok. Mewujudkan Bondowoso yang tidak kebarat-baratan, yang tidak terjajah teknologi namun tak buta teknologi, mewujudkan Bondowoso yang sehat, melestarikan potensi SDA semacam Kawah Ijen, Tancak Kembar, dan persawahan Bondowoso, serta merealisasikan peternakan hewan besar yang saya rasa cocok untuk diwujudkan di tanah semacam Bondowoso.

Azam itu sepertinya indah ketika sudah benar-benar terjadi, lebih indah lagi ketika saya membangunnya dengan putra daerah lainnya. Bersama teman-teman saya yang lulusan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Teknologi, Pertanian dan Teknologi Pertanian, Fakultas Pendidikan Agama Islam, Planologi, Kebidanan, Statistik, Kehutanan, jurusan lainnya dan teman-teman daerah yang mondok dengan sungguh-sungguh di Pesantren semisal Nurul Jadid, Sidogiri, Gontor, Lirboyo, Tebu Ireng, Darul Ulum, dan lain-lain.

Kalau dulu peradaban Kanjeng Nabi adalah peradaban manusia yang madani, maka saya ingin setidaknya peradaban Bondowoso di masa mendatang mendekati madani, madani yang tetap berasaskan Pancasila, UUD 1945 Non Amandemen, dan kearifan lokal yang murni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar