Laman

Senin, 22 April 2013

Salah, Marah, dan Kecewa

Tak bermanfaat. Aku merasa benar-benar tak berguna. Ya aku telah melakukan kesalahan fatal, kesalahan akibat apa yang sudah kulakukan tapi akhirnya terasa sia-sia. Aku memuncak marah. Marah karena aku merasa benar. Posisiku kali ini seperti telur di ujung tanduk, bak memakan buah simalakama juga : serba salah. Aku yang benar tetap saja salah, harus kuakui itu.

Oh meeeen... Entahlah, yang jelas aku salah. Sekarang bingung harus bersikap bagaimana, harus berbuat apa. Aku salah walaupun benar. Kesalahanku adalah kemarahanku, kemarahan yang mungkin tidak seharusnya. Kekecewaanku adalah buah dari niatku yang sepertinya kurang murni karena-Mu. Oh.. malu aku pada-Mu, malu pada diri sendiri, dan malu pada orang lain.

"Marah itu buat orang jadi bodoh Nak," begitu guruku meredamku.
"Tapi Ustadz, Pandu terpaksa," dalihku dengan nada sedikit kurang sopan.
"Bukan, bukan terpaksa. Pandu belum bisa mengontrol diri, belum bisa mengendalikan emosi."
"Pandu salah ? wajar kalau marah kan ? semuanya sudah Pandu bicarakan apa resikonya ?" aku masih berargumen.
"Nak... kalau marah wudhu', sholat, istighfar."
"Berkali-kali Pandu meredam dengan itu, tapi kali ini memang sudah penuh, sesak dada ini," nadaku semakin tak berarturan.
"Niatmu?" tanya beliau meninggi dengan tegas.
"Yaaaaa... Untuk kebaikan Ustadz," aku masih keukeuh.
"Ridho Allah?" beliau menegaskan lagi dengan nada lugas.
Aku terdiam, terisak menahan air mata yang sejak awal pembicaraan tadi mau tumpah.
 "Akui kesalahanmu, Pandu seorang ksatria. Kalau tak ada yang mengalah bisa jadi hidup Pandu yang tidak tenang," beliau menurunkan tensi bicaranya.
"Ndak sampai hati Pandu mau mengucapkan maaf."
"Tidak perlu berbicara kalau Pandu masih tidak sanggup berbicara, sms Nak," kata beliau.
"Pandu coba, Ustadz," sahutku.
"Ditata lagi hati dan niatnya, perbanyak sholat dan istighfar," tutupnya.
Aku salah, walaupun salah dalam kebenaran. Salah tapi gengsi mengucapkan kalimat sederhana : maaf.

Duh Ustadz, maafku belum bisa menjadi murid yang baik. Belum bisa mengamalkan ilmu dengan baik. Dalam kekecewaanmu terhadapku, semoga engkau membaca pesan singkatku yang masuk pada telepon genggammu, "Selamat menggenapkan usia, Guruku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar