Shollu ‘ala Muhammad. Sebuah
kalimat paling sederhana ungkapan cinta kita pada sang teladan, duh kanjeng
Nabi kangen pasurian paduko (rindu
menatap wajahmu) begitu kata Emha Ainun Nadjib dalam tembang pangkur
kerinduannya. Sahabatku, Nabi Muhammad
adalah manusia paripurna lagi sempurna di antara manusia-manusia yang ada di
seantero bumi ini, sosok agung yang sangat patut untuk dijunjung laku amal dan
tutur ucapnya. Pas, tak ada yang missed.
Beliau yang mengajarkan cinta, seluas-luasnya cinta yang sepeninggalnya banyak
sekali ‘ulama’, filosof, pujangga, penyair, tokoh dunia yang mendefinisikan
sesuai apa yang ada di kepala masing-masing. Beliau yang memberikan contoh
untuk menebar cinta tanpa batas pada orang lain melebihi cinta pada diri
sendiri. Maka seberapa besarkah kita meneladani beliau di masa krisis di tahun
2013 ini ?
Sederhana. Tidak perlu
muluk-muluk berpikir dalam beramal, do it
and continue it, now! Kalau kata Aa’ Gym, mulai dari yang kecil, mulai dari
diri sendiri, mulailah sekarang. Kanjeng Nabi adalah manusia tanpa pamrih,
sepelit-pelitnya muslim untuk meneladani beliau, beliau akan tetap tersenyum.
Akan tetapi, meluasnya cinta beliau yang tidak terukur oleh luasnya jagat ini
pada muslim sampai akhir zaman, sudah sepantasnya kita tidak menjadi orang yang
kikir, kita ummat beliau sudah mengenal Islam dengan lengkapnya tata cara
beribadah, tata cara berpikir syar’i, tata cara beretika, dan bermuamalat. Kita
yang terselamatkan dari penjajahan pola pikir kafir Qurays, yahudi, penyembah
api, dan nasrani pada pra dan awal hijriah setidaknya membuktikan terima kasih
kita pada beliau. Sederhana : bersholawat.
Bukankah Allah sendiri beserta
malaikat-Nya bersholawat kepada kekasih-Nya yang tampan rupawan tersebut ? Bukankah
orang yang beriman juga diperinta untuk bersholawat sebagai bentuk penghormatan
pada beliau ? (Al-Ahzab:56). Duh Kanjeng Nabi, Manusia yang sedikit tidurnya. Mau
jadi ummatmu yang seperti apa jika kami tak mau bersholawat padamu ? Sahabatku,
sebuah riwayat menerangkan, “Al bakhilu man
dzukirtu ‘indahu falam yusollu ‘alayya. Orang
pelit ialah orang yang namaku disebutkan di sampingnya, namun ia tidak
bershalawat untukku.”
Sahabatku, Indonesia adalah
negerinya para pecinta sholawat. Sholawat Burdah, Maulid Habsyi, Barzanji,
Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, dll, semuanya ada di Indonesia. Indonesiyin
kalau kata orang Arab, pada dasarnya adalah orang-orang yang tahu diri dan tahu
bagaimana cara berterima kasih pada seseorang. Termasuk pada Nabinya yang
mengajarkan Islam.
Globalisasi, demokratisasi,
reformasi, bahkan liberalisasi yang semuanya bisa dengan mudah terlaksana saat
ini membuat ummat Islam terpecah belah, dimanapun tak terkecuali Indonesia. Era
penjajahan Islam di Indonesia bersatu, tak pandang warna kulit, suku, daerah,
kaya, miskin, yang penting Islam, bersyahadat punya azam yang sama kuat :
mengusir penjajah dari negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Kini ? berbagai
ajaran atau kalau boleh dibilang aliran yang asalnya bukan asli Indonesia,
sudah merebak di Indonesia. Pecinta sholawat dibuat marah, penabuh hadrah
dibuat naik pitam, pelantun sholawat di surau-surau pedesaan digertak agar tak
menyenandungkan pujian. Atas nama bid’ah
mereka menaburkan benih-benih pikiran agar luntur rasa cinta Indonesiyin pada
nabinya. Astaghfirullah.
Bolehlah bermanhaj apa saja,
punya prinsip apa saja selama tidak merusak tradisi baik yang sudah mendarah
daging di tubuh Indonesiyin. Sholawat bagi muslim Indonesia adalah satu hal
yang menciri khas. Tidak ada bangsa lain yang memiliki sholawat seperti di
Indonesia. Sholawat terlantunkan saat pernikahan, saat tasyakuran, saat rapat,
saat berkumpul di masjid, dan waktu-waktu lain yang baik. Bukankah yang
demikian adalah hal yang baik ? kenapa harus dihapuskan ? ada yang salah ?
Kalau sebagian orang yang berpendapat bahwa bersholawat berlebihan adalah
mengkultuskan Nabi, menuhankan Nabi. Eitssss... tunggu dulu jangan menghukumi
hati seseorang, jangan sembarangan mengkafirkan seseorang. Mereka tahu kalau
Rasulillah pernah bersabda, ““Janganlah kalian memujiku secara berlebihan,
seperti halnya orang-orang Nasrani yang memuji Isa bin Maryam secara berlebihan.
Aku hanyalah seorang hamba. Karena itu, katakan (tentang aku), ‘Hamba Allah dan
Rasul-Nya.” Sholawat adalah
perkara yang tidak ada salahnya, karena sholawat juga perintah dari Allah ta’ala,
bersholawat atas nabi adalah tradisi yang baik jadi tidak lah perlu
menghapuskannya. Kalau kata Mbah Hadratus Syeikh Yai Haji Hasyim As’ari, “Almuhafadzoh alal qodimisshalih wal akhdzu
bil jadid al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi
baru yang lebih baik).”
Sahabatku, mengupas kisah
peradaban Rasul Muhammad memang tidak akan ada habisnya. Sebuah cerita panjang
tentangnya bukanlah dongeng pengantar tidur, bukanlah mitos atau legenda,
melainkan kisah-kisah bersejarah yang nyata. Terekam dalam sebuah kalam
terindah sampai akhir zaman : Al-Qur’an. Terceritakan dalam hadist-hadist dan
kitab Sirah Nabawiyah yang penulisnya
sholih dan berhati-hati. Pembuka gerbang cahaya menuju Ilahi yang jasanya tak
kan terbalas oleh apapun, selain ucapan terima kasih untuknya. Maka berterima
kasihlah dengan sholawat tulus untuk Manusia nomor satu dunia dan akhirat,
Baginda Muhammad Saw. Karena mungkin saja sholawat kita menjadi pembuka tirai
antara wajah kita dengan Al-Amin. Sungguh indah jika bisa bertatap muka dengannya.
Shollu ‘alaih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar