Laman

Sabtu, 27 April 2013

Indonesiyin Itu Bersholawat



Shollu ‘ala Muhammad. Sebuah kalimat paling sederhana ungkapan cinta kita pada sang teladan, duh kanjeng Nabi kangen pasurian paduko (rindu menatap wajahmu) begitu kata Emha Ainun Nadjib dalam tembang pangkur kerinduannya. Sahabatku,  Nabi Muhammad adalah manusia paripurna lagi sempurna di antara manusia-manusia yang ada di seantero bumi ini, sosok agung yang sangat patut untuk dijunjung laku amal dan tutur ucapnya. Pas, tak ada yang missed. Beliau yang mengajarkan cinta, seluas-luasnya cinta yang sepeninggalnya banyak sekali ‘ulama’, filosof, pujangga, penyair, tokoh dunia yang mendefinisikan sesuai apa yang ada di kepala masing-masing. Beliau yang memberikan contoh untuk menebar cinta tanpa batas pada orang lain melebihi cinta pada diri sendiri. Maka seberapa besarkah kita meneladani beliau di masa krisis di tahun 2013 ini ?

Sederhana. Tidak perlu muluk-muluk berpikir dalam beramal, do it and continue it, now! Kalau kata Aa’ Gym, mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, mulailah sekarang. Kanjeng Nabi adalah manusia tanpa pamrih, sepelit-pelitnya muslim untuk meneladani beliau, beliau akan tetap tersenyum. Akan tetapi, meluasnya cinta beliau yang tidak terukur oleh luasnya jagat ini pada muslim sampai akhir zaman, sudah sepantasnya kita tidak menjadi orang yang kikir, kita ummat beliau sudah mengenal Islam dengan lengkapnya tata cara beribadah, tata cara berpikir syar’i, tata cara beretika, dan bermuamalat. Kita yang terselamatkan dari penjajahan pola pikir kafir Qurays, yahudi, penyembah api, dan nasrani pada pra dan awal hijriah setidaknya membuktikan terima kasih kita pada beliau. Sederhana : bersholawat.

Bukankah Allah sendiri beserta malaikat-Nya bersholawat kepada kekasih-Nya yang tampan rupawan tersebut ? Bukankah orang yang beriman juga diperinta untuk bersholawat sebagai bentuk penghormatan pada beliau ? (Al-Ahzab:56). Duh Kanjeng Nabi, Manusia yang sedikit tidurnya. Mau jadi ummatmu yang seperti apa jika kami tak mau bersholawat padamu ? Sahabatku, sebuah riwayat menerangkan, “Al bakhilu man dzukirtu ‘indahu falam yusollu ‘alayya. Orang pelit ialah orang yang namaku disebutkan di sampingnya, namun ia tidak bershalawat untukku.
 
Sahabatku, Indonesia adalah negerinya para pecinta sholawat. Sholawat Burdah, Maulid Habsyi, Barzanji, Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, dll, semuanya ada di Indonesia. Indonesiyin kalau kata orang Arab, pada dasarnya adalah orang-orang yang tahu diri dan tahu bagaimana cara berterima kasih pada seseorang. Termasuk pada Nabinya yang mengajarkan Islam.

Globalisasi, demokratisasi, reformasi, bahkan liberalisasi yang semuanya bisa dengan mudah terlaksana saat ini membuat ummat Islam terpecah belah, dimanapun tak terkecuali Indonesia. Era penjajahan Islam di Indonesia bersatu, tak pandang warna kulit, suku, daerah, kaya, miskin, yang penting Islam, bersyahadat punya azam yang sama kuat : mengusir penjajah dari negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Kini ? berbagai ajaran atau kalau boleh dibilang aliran yang asalnya bukan asli Indonesia, sudah merebak di Indonesia. Pecinta sholawat dibuat marah, penabuh hadrah dibuat naik pitam, pelantun sholawat di surau-surau pedesaan digertak agar tak menyenandungkan pujian. Atas nama bid’ah mereka menaburkan benih-benih pikiran agar luntur rasa cinta Indonesiyin pada nabinya. Astaghfirullah.

Bolehlah bermanhaj apa saja, punya prinsip apa saja selama tidak merusak tradisi baik yang sudah mendarah daging di tubuh Indonesiyin. Sholawat bagi muslim Indonesia adalah satu hal yang menciri khas. Tidak ada bangsa lain yang memiliki sholawat seperti di Indonesia. Sholawat terlantunkan saat pernikahan, saat tasyakuran, saat rapat, saat berkumpul di masjid, dan waktu-waktu lain yang baik. Bukankah yang demikian adalah hal yang baik ? kenapa harus dihapuskan ? ada yang salah ? Kalau sebagian orang yang berpendapat bahwa bersholawat berlebihan adalah mengkultuskan Nabi, menuhankan Nabi. Eitssss... tunggu dulu jangan menghukumi hati seseorang, jangan sembarangan mengkafirkan seseorang. Mereka tahu kalau Rasulillah pernah bersabda, ““Janganlah kalian memujiku secara berlebihan, seperti halnya orang-orang Nasrani yang memuji Isa bin Maryam secara berlebihan. Aku hanyalah seorang hamba. Karena itu, katakan (tentang aku), ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.” Sholawat adalah perkara yang tidak ada salahnya, karena sholawat juga perintah dari Allah ta’ala, bersholawat atas nabi adalah tradisi yang baik jadi tidak lah perlu menghapuskannya. Kalau kata Mbah Hadratus Syeikh Yai Haji Hasyim As’ari, “Almuhafadzoh alal qodimisshalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).”

Sahabatku, mengupas kisah peradaban Rasul Muhammad memang tidak akan ada habisnya. Sebuah cerita panjang tentangnya bukanlah dongeng pengantar tidur, bukanlah mitos atau legenda, melainkan kisah-kisah bersejarah yang nyata. Terekam dalam sebuah kalam terindah sampai akhir zaman : Al-Qur’an. Terceritakan dalam hadist-hadist dan kitab Sirah Nabawiyah yang penulisnya sholih dan berhati-hati. Pembuka gerbang cahaya menuju Ilahi yang jasanya tak kan terbalas oleh apapun, selain ucapan terima kasih untuknya. Maka berterima kasihlah dengan sholawat tulus untuk Manusia nomor satu dunia dan akhirat, Baginda Muhammad Saw. Karena mungkin saja sholawat kita menjadi pembuka tirai antara wajah kita dengan Al-Amin. Sungguh indah jika bisa bertatap muka dengannya. Shollu ‘alaih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar