Laman

Sabtu, 13 April 2013

Jangan Hina Beliau

Posisi saya satu bulan saat itu dilematis, berada di daerah pegunungan bersama dua puluh orang teman yang laki-lakinya hanya lima orang. Hanya ada dua sepeda motor dan yang ahli mengemudikan di daerah ekstrem semacam pegunungan hanya saya dan dua orang teman laki-laki, yang salah satunya cedera karena tergelincir di medan bebatuan. Maka dari itu untuk mobilitas kegiatan yang maslahatnya lebih besar, saya dilanda pilihan sulit. Haruskah membonceng seorang perempuankah ? Nurani dan idealisme berkata tidak dulu, tapi keadaan sepertinya memaksa. 

Guru. Disanalah saya akan mendapatkan sebuah jawaban.

Namun ternyata, tidak semua orang punya pandangan sama akan pentingnya seorang guru. Saat saya berkonsultasi pada guru saya, ada seseorang yang katanya ustadz ikut nimbrung berkomentar.

Sempat tertegun dan sedikit tertohok saat beliau yang katanya ustadz mentertawakan tindakanku, tindakan yang menurutnya konyol. Konyol sekali. "Ngapain kamu telpon Ustadz A hanya untuk bertanya apakah kamu mendapatkan izin dari beliau untuk bisa membonceng perempuan ? Hahahaha... Ndak perlu begitu, bonceng saja. Ndak usah minta izin segala," ucapnya dengan nada ngece.

Kenapa saya sedikit merasa tersinggung ? orang yang saya mintai pertimbangan dalam kehidupan saya selain orang tua saya adalah guru saya. Guru yang benar-benar tahu kondisi saya secara personal, yang mengerti software diri saya. Anda mungkin heran dan beranggapan tidak penting, tapi sepengetahuan saya selama saya ngaji, orang tua, mertua, dan guru itu harus dijunjung. Mungkin Anda guru saya, tapi Anda hanya sebatas guru, kalau beliau yang Anda sebut-sebut sebagai sesuatu yang kurang penting kaitannya dengan saya adalah guru yang tidak terbatas. Beliau adalah guru yang mendidik dan membina sehingga saya punya pola pikir yang bisa dikatakan lebih luas dan luwes.

Bukan saya mengkultuskan beliau, tapi saya menghormati beliau dan meletakkan posisi beliau dalam drajat yang tinggi di mata saya. Jadi wajar kalau saya tersinggung. Anda telah membuat saya terluka dengan sedikit menghina eksistensi guru saya yang memang dinamis mendidik saya. Oleh karena itu, saya juga mohon maaf kepada Anda selaku orang yang lebih tua jika saat itu saya merespon komentar Anda kurang berkenan. Maaf.

Berbijaklah Anda, saya yakin Anda juga akan merasa tidak nyaman jika Anda punya seorang guru yang intens dan tahu benar bagaimana Anda, lalu orang lain menganggap kehadiran guru Anda kurang penting bagi Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar