 |
Dokumen pribadi : Desa Kedasih, Lereng Gunung Bromo, Probolinggo |
Pada tulisan saya kali ini saya harus menyembunyikan identitas teman saya, karena saya tidak bermaksud untuk membuka aib yang akan menimbulkan perasaan kurang enak yang mungkin akan dialami teman saya. Hanya saja saya ingin berbagi cerita yang saya, Anda, ataupun teman saya yang berkeluh kesah bisa mengambil ibroh / pelajaran dari pengalaman ini.
Tempo hari ada seorang teman saya curhat pada saya tentang keluarganya. Sebut saja Fulan. beberapa hari yang lalu saya menyempatkan mampir ke tempat tinggalnya karena ada rasa rindu. Setibanya disana dia menyambut saya dengan ramah dan senyum seperti biasanya, hanya saja saya melihat matanya sembab seperti kurang tidur atau terlalu lama menangis. Saya tidak mencoba ingin tahu kenapa demikian, tapi ternyata dia justru bercerita kenapa matanya seperti mata panda.
Si Fulan mendapatkan sebuah wejangan dari pakpohnya yang paling tua. Dia bercerita kalau pakpohnya menyuruhnya mengamati dan merenungi apa yang terjadi pada sepupu-sepupunya yang belasan orang itu,
"Coba Le,... perhatikan apa yang terjadi padamu dan sepupu-sepupumu ?"
Dia tersenyum lalu tertunduk dan mbrebes mili.
Si Fulan mendapatkan sebuah rahasia yang tidak pernah
dia
tahu walaupun dari ayah dan ibunya. Selama ini yang Fulan tahu kenapa ayah dan ibunya ketat bahkan keras mengenai pendidikan dan percintaan (pacaran) adalah karena memang begitulah seharusnya orang tua, mendidik putra-putrinya agar esok jadi 'orang'. Akan tetapi, saat itu ada alasan lain yang baru ia tahu, alasan yang lebih dari sekedar tugas orang tua. Alasan itu tidak ia dapat dari orang tuanya, melainkan dari pakpohnya.
"Kowe ngerti Le, opo'o ayah ibumu ndak ngolehi kowe pacaran sek ? kowe kudu ajeg sinau ? kowe kudu ibadah temenan?" tanya pakpohnya sambil tersenyum dengan berbahasa Jawa.
"Ngge, jalaran kewajibanipun tiyang sepah, seliyane niku kulo mboten sumerep Pakpoh."
"Ayahmu pernah sowan ke pakpoh setelah mbah kakung dan mbah putrimu wafat. Ayahmu cerita kalau sebelum mbah kakung wafat, pas kamu masih SMP, mbah kakung pernah berwasiat sama ayahmu. Mbah kakungmu itu orangnya sholih, firasatnya jarang mbleset. Mbahmu pernah ngendikan kalau kamu adalah satu-satunya cucu kesayangan yang akan jadi harapan beliau,..."
"Maksudnya Pakpoh ?" tanya Fulan memotong.
"Maksudnya, kamu itu akan jadi turunane mbah sing dadi kebanggaan, yang bisa mengangkat derajat orang tua. Ayahmu cerita kalau mbah kakungmu punya harapan besar itu. Mbah kakungmu ngendikan sama Ayahmu 'Mad, Fulan kuwi kudu mbok didik apik-apik, kudu teges, kudu nggenah. Abah nduwe cita-cita mbesok Fulan bakal dadi wong gedhe sing sukses. Sing iso ngguyubi keluarga, sing iso ndadekno kowe karo bojomu sumringah. Sing iso manfaat gawe agomone. Insya Allah..., Lek Fulan perlu buku, mesio kowe gak nduwe duwek, utango. Lek gawe tuku buku kudu onok. Abah mung iso ndungo, kok ketok e Abah ndak nututi sukses e Fulan.' Ngone Le.." terang pakpohnya yang juga terharu.
Saat itu Fulan yang bercerita pada saya juga harus meneteskan air matanya. Rasa senang dan haru bercampur aduk mendengar pakpohnya bercerita demikian. Fulan bercerita kenapa pakpohnya menyuruhnya mencermati dan memperhatikan kondisinya dan sepupu-sepupunya yang lain. Ternyata sepupu-sepupunya yang merupakan anak dari pakpoh, bukpoh, om, dan tantenya belum ada yang menjadi seorang sarjana. Belum ada yang makmur dari segi materi. Belum ada juga yang mengerti tentang Islamnya. Astaghfirullah... itulah kenyataan sepupu-sepupunya yang usianya 10 tahun diatasnya. Sedangkan sepupu-sepupunya yang sebaya atau 1-3 tahun di atasnya tak ubahnya menjadi orang yang kurang peduli dengan pendidikan dan agama. Putus sekolah walaupun harta untuk bersekolah berlebih, pacaran sampai hamil di luar nikah, bertatto dan piercing seakan-akan pemusik rock kawakan, dan berperilaku hedonis.
Renungan atas perintah pakpohnya yang menyadarkan Fulan. Ia baru sadar, baru tahu kalau sekarang ini ia memang harapan keluarga besarnya. Ada asa untuk membuat mbah kakung, ayah, ibunya tersenyum walaupun dia yakin dia bukan anak yang sempurna diantara sepupu-sepupunya. Tapi setidaknya dia mempunyai azam untuk menjadi orang yang berpendidikan tinggi dan mengerti ilmu agama yang nantinya bisa bermanfaat untuk sekitarnya.
Kali ini, Fulan merasa ada tanggung jawab besar. Menjadikan keluarga besarnya tersenyum, bukan keluarga besar yang menjadi buah bibir busuk seperti yang beredar karena kelakuan sepupu-sepupunya yang kurang baik. Sembari berikhtiar mewujudkan cita-cita, Fulan terus berdoa untuk sepupu-sepupunya agar mendapatkan hidayah-Nya.
Selamat Berjuang Kawan.
Saya yakin kamu akan menjadi pahlawan untuk mbah kakungmu, ayah, ibu dan keluarga besarmu.
Turut berdoa. Al Fatihah...
aamiiiiiin...
[doa di hari pahlawan untukmu, Kawan]
*pakpoh : disebut juga pakdhe, kakak laki-laki ayah atau ibu
biasanya yang memakai kata di atas adalah orang Jawa Timur kulonan / Jawa Timur bagian barat seperti Tulungagung, Kediri, Trenggalek, dan sekitarnya