Laman

Kamis, 28 Juni 2012

Gara-gara Pertamax


Hari ini ada peristiwa yang mengingatkan saya pada peristiwa konyol dulu. Kejadian yang mengingatkan saya adalah ketika tadi siang saya mengisi premium si MX. Ada mbak-mbak mengisi scoopy putihnya dengan pertamax.

Ya... poin yang mengingatkan saya pada tragedi konyol saya tempo dulu adalah pertamax. Saya punya pengalaman pahit yang sedikit menggelikan tentang pertamax. Waktu saya kelas 1 SMP suka sekali dengan balapan liar, tapi bukan saya jokinya, saya hanya ikut senang-senang berkumpul dengan teman-teman.

Suatu ketika, motor teman saya yang biasa dipakai untuk tarung (balapan) sudah dimodifikasi sedemikian rupa, sudah distel jagoan. Kami sudah mempersiapkan uang patungan untuk taruhan dengan lawan kami. Saya masih ingat motor yang dipakai tarung adalah motor modifikasi Shogun 110 cc berwarna biru, karena kami yakin menang kami tantang lawan dengan memaasang taruhan tinggi. Seketika dengan keyakinan teguh ibarat ketauhidan pada Tuhan sudah ma’rifat kami sampai lupa diri kalau ternyata motor Shogun biru itu akan lebih kencang jika diisi pertamax.

Pertamax saat itu belum berserakan di setiap terminal BBM seperti sekarang. Bondowoso masih tidak punya pertamax. Pertamax menjadi hal yang dielu-elukan, menjadi hal yang dipuja-puja nilai oktannya, menjadi hal yang bisa membuat pertarungan berakhir kemenangan, seakan-akan hanya pertamax yang esa, hanya pertamax tempat si biru dan tuan-tuannya berjaya.

Masih ingat di kepala saya, hari itu hari Rabu. Untuk kelas 1 SMP sekolah saya punya kebijakan bahwa kelas 1 masuk siang, jam 12.30. Otomatis untuk persiapan balap liar hari Minggu kami harus mendapatkan pertamax sebelum hari H. Akhirnya, hari Rabu itu juga saya dan teman saya (Guruh, owner Suzuki Shogun 110 cc modif) berangkat ke Jember menggunakan motor Vega-R abu-abu untuk membeli pertamax dengan membawa dua buah jurigen 5 liter (tempat minyak tanah/bensin). Di Jember pun, fuel station yang menjual pertamax hanya 1 (saya agak lupa kalau tidak di daerah Tegal Gedhe ya di Tegal Besar).

Walhasil bagaimana ?? Dalam perjalanan mencari pom bensin Tegal Besar kami sempat kebingungan, maklum bukan orang Jember. Tanya kiri, tanya kanan jalanan menuju Tegal Besar ternyata di Jalan Trunojoyo malah ada polisi mepet motor kami dan kulo nuwun untuk dengan hormat mempersilahkan kami minggir sebentar. Jelasnya, kami ditilang gara-gara motor Vega abu-abu kami bannya kecil, tidak standar. (kalau ingat, Ya Allah gehoooll beud yaaa motor Vega itu.hahahaha).

Hari semakin panas, semakin siang. Semakin dekat juga dengan jam masuk sekolah. Akan tetapi, ada rasa syukur saat itu, walaupun ditilang tiba juga di terminal BBM Tegal Besar. ‘Pertamax, We’re coming !!!’ kira-kira begitu yang kami ingin katakan. Baru tiba di depan fuel counter karyawannya bilang, “Waduh Mas kalau pertamax kita kosong, kirimnya dari pusat seminggu sekali juga belum tentu.” 

Helm cebok (red: Madura, Indonesia : gayung mandi) putih yang dengan tempelan bermacam-macam stiker yang menjadi tren kala itu rasanya tidak ada di kepala. Gobyos dari kepala sampai ke punggung. Muspro.
 
Dengan sok berbesar hati kami pulang dan saya dibonceng dengan tetap membawa dua buah jurigen kosong di kanan dan kiri. It’s okey. Jam menunjukkan pukul 11.30 dan kami masih di Jember. Kami tidak boleh terlambat, karena jam pertama adalah mata kuliah Bahasa Inggris yang dipegang oleh guru yang terkenal killer (disiplin lebih tepatnya) di mata siswa : Ibu Indrajani. Werrr... sepanjang perjalanan ada suara harapan ‘Semoga gak telat Ya Allaaaaaahh...’

Laju Vega kami harus terhenti di traffic light Patrang. Sejenak ambil nafas karena sepanjang perjalanan Guruh memompa gas hingga 100 km/jam. Tapi ternyata nasib sial sepertinya sedang mengikuti kami. Beruntung kaki saya ada di foot step karena kaki Guruh yang sedang menapak di aspal harus terlindas oleh ban depan-belakang sebuah angkot yang di dalamnya ada sekitar empat orang cewek ABG. ‘Aauuuuuuuuuuugghhh... jancok, jangkrik, matane picek, patek, moseng, taho, temancok !!!’ saya hanya tertunduk, antara tertawa dan prihatin. Prihatin karena seisi angkot mentertawakan teman saya.

Syahdan, kami tiba di rumah jam 12.15 harus mandi ektra cepat, sholat Dhuhur tipe patas, dan ternyata kaki Guruh bengkak bukan main seperti kaki yang terserang chikungunya stadium ringan. Dan ending dari cerita ini, kami telat. Mendapat pencerahan (lebih tepatnya dimarahi, hehe) dari guru terdisiplin tahun itu di depan seluruh kelas 1A. Dan pertarungan si biru hari Minggu pun tidak manis, kami kalah. Ditambah lagi ketika pulang balapan di waktu Maghrib. Shogun yang baru nangkring di teras rumah Guruh harus hancur karena Bapaknya menendang keras-keras si biru yang dimodif tak karuan. Stel balap mameeen.. hohoohoho

Rabu, 27 Juni 2012

Dustanya Angin dan Air

Sugeng Sutanto photograph


Anginnya semilir berhembus
Membuat wajah semakin sayu
Mengantuk
Mengantuk
dan
Tidur

Airnya bergemericik merdu
Membuat telinga terlena
Segar
Segar
dan
Segar

Ah... dusta
Air angin nyaman itu dusta
Ada udang di balik batu

Maaf ! saya bukan orang asing
Saya tahu apa itu angin
apa itu air

Mana angin sepoi yang tidak meluluhlantakkan kebun
Mana air segar yang tidak membuat banjir

Biarkan angin dan air itu nunut intrepretasiku
Tak usah campuri aku

Selasa, 26 Juni 2012

Dua Jawaban Bodoh Polisi


Pagi ini saya ke pasar Karang Menjangan untuk membeli nasi jagung, saya parkir motor saya di depan mobil patroli polisi tapi ternyata nasi jagung di spot itu tidak jual. Kemudian saya tanya orang tempat parkir motor dimana ? kata orang itu disini mas, akhirnya saya bariskan motor saya dengan motor-motor yang lain. Kemudian saya turun untuk mencari nasi jagung di spot yang lain.


Setelah mendapatkan nasi jagung tiba-tiba sudah ada 2 orang polisi di dekat sepeda saya. Kemudian saya langsung hampiri sepeda motor saya bertanya baik-baik,


“Ada apa ya Pak, ini motor saya..?”


kemudian polisi tersebut dengan ketusnya bilang, “Sampeyan gak baca rambu ta mas..?”


“Ini apa ? dilarang berhenti sampai rambu berikutnya.!!!!”


“Lhah saya gak tau Pak, tadi kata orang-orang kalau parkir motor disini.”


“Ya..yang jelas sampeyan melanggar Mas.. mau tilang SIM atau STNK ?”


“Lho saya gak tau gitu-gituan Pak.”


“Lhah yak apa seh sampeyan itu Mas, kok gak ngerti ?” sambil meremehkan saya


“Maaf aja Pak, saya ndak pernah urusan dengan polisi gara-gara ndak taat hukum. Sampeyan aja yang cari-cari.”


Polisi tersebut agak sewot saya bilang begitu, tahu-tahu saya dikasih surat tilang warna merah. Waktu saya minta surat tilang warna biru, Bapaknya ngacir gitu aja, tapi saya tahan dengan pertanyaan “Nanti ambilnya dimana Pak “”


“Di POLSEK GUBENG Mas.”


“Sebelah mana itu Pak?”


“Sebelah kebun bibit.”


Kemudian polisi yang membuatkan saya surat tilang itu langsung ngacir.


Masih ada satu polisi lagi di dekat saya, saya bilang, “Saya mending bayar parkir liar Pak daripada bayar sampeyan.”


Sontak terkejut polisi tersebut. Tapi langsung saya potong dengan, “Gimana ini, saya ambilnya dimana ?”


Bapaknya bilang, “Di Jalan Arjuno, Mas.”


“Lhoo gimana seh Pak, katanya tadi bilang di POLSEK GUBENG??” ketusku.


“Siapa yang bilang ? kata siapa ?”


“Lahhh kata temen sampeyan itu, piye seh kok ngene iki ? Gak jelas sampeyan Pak !!!


“Di Jalan Arjuno saja Mas, kalau disana bisa lebih murah nanti.” katanya agak melunak.


“Gimana seh Pak koyok dodolan beras ae bisa lebih murah, lebih mahal.!!!! sahutku ketus.


“Gini-gini mas, liat surat tilangnya. Kalau sampeyan ambil di Jl Arjuno bisa 25 atau 30 ribu, tapi kalau ambil di POLSEK sampeyan bisa kena tilang minimal ini (ada tulisan di surat tilang, jumlah uang titipan denda maksimal 100.000-1.000.000).


Saya tidak mau titip tilang di bawah pohon lebih-lebih kalau saya benar, maaf pak polisi saya tidak ngasih uang sarapan untuk sampeyan.


Tapi jujur saya masih bingung dengan 2 jawaban bodoh kedua polisi tersebut, jawaban mencla-mencle dan jawaban ada lebih murah/lebih mahal. Inikah pelayan masyarakat.???

Minggu, 24 Juni 2012

Malam Ini Aku Rindu

Selepas Isya' di Baitul Muttaqien ada kerinduan yang mendalam. Kerinduan yang membuncah-buncah. Kerinduan yang menyebabkan air mata tak mampu ditahan. Seusai sholat Isya' berjamaah kutinggalkan wirid berjamaah, aku tak mau air mata yang sudah mulai menetes ini dilihat makmum yang lain.

Setibanya di kost, kurebahkan tubuh ini di kasur. Kututup wajahku dengan bantal. Aku menangis. Sambil membayangkan ramah senyum wajahnya kuhadiahkan Al-Fatihah untuknya. Kupanggil-panggil terus namanya dengan harapan yang kecil terjadi, sosoknya hadir di hadapanku. Aku terus berkomat-kamit mengirimkan surotul Fatihah untuknya. Aku rindu, benar-benar rindu.

Maklum, biasanya setiap aku pulang selalu kusempatkan mengunjunginya. Tempo hari aku tak menghampirinya, tidak menyapanya. Dan malam ini jadinya, ada kerinduan yang menjadi-jadi bersamaan dengan tangisanku.

Ah... Mbah Kung. Saat pulang tempo hari aku memang tidak sempat membersihkan pusaramu, tidak sempat membereskan ilalang yang tumbuh di sareanmu, tidak mengguyur tanahmu dengan air segar yang kemudian kutaburkan bunga-bunga mawar dan kenanga di atasmu. Malam ini kau buat aku merindumu, maaf Kung.

Mbah Kung, sekali pun sosokmu hadir benar-benar nyata malam ini di hadapanku, akan kupeluk dan kucium tanganmu lama-lama. Kuteteskan air mata ini di pundakmu sebagai bukti rinduku. Aku tidak ingin mengulang kelalaianku saat kehadiranmu yang nyata di kompleks pemakaman Mbah Ampel beberapa tahun lalu. Jika malam ini engkau hadir tak akan kubiarkan berlalu begitu saja.

Aku rindu Mbah... Mampir ya Kung, jenguk cucumu yang esok akan ujian.
Aku akan belajar dulu..

Kuhadiahkan lagi untukmu, Al-Fatihah... :)

Makam Mbah Kung (kiri) dan Mbah Putri (kanan)

Selasa, 19 Juni 2012

REMASku, Mari Merenung...



Sahabatku yang selalu dalam kasih sayang-Nya pagi ini saya mencoba berpikir dan mengambil beberapa pelajaran mengapa fenomena perjalanan kemakmuran kita di masjid rasanya tersendat-sendat. Walaupun saya tidak tahu secara langsung karena saya tidak setiap hari berada di TKP tetapi cerita-cerita sahabat cukup mewakili kondisi yang ada.

Regenerasi yang mandek sepertinya menjadi alasan yang paling dieluhkan, yang menjadi trending topic. Hal itu dianggap menjadi keterbatasan yang membuat perjalanan ini juga stuck. Seperti biasa, bagi saya untuk memperbaiki kejadian demikian yang awal mula saya pelajari adalah sejarah. I'll anamnese it! 

Pertama, ketika saya aktif, saya juga merasakan kemaraunya regenerasi, seakan-akan tidak ada yang meneruskan tongkat estafet perjalanan ini. Akan tetapi, saat itu saya dan sahabat-sahabat saya juga tidak terlalu ambil pusing, karena mungkin di saat hausnya sumber daya manusia saya dan sahabat-sahabat saya merasa punya kesempatan lebih banyak untuk bisa mengupgrade kapasitas dan terus berfastabiqul khoirot. Toh... alhamduliLlah, biidznillah tetap berjalan. Maka dari itu, keterbatasan sumber daya manusia bukan alasan lhoo... justru menguntungkan Sahabat untuk bisa menabung amal kebaikan lebih banyak.

Kedua, sosok pemimpin yang telaten ngemong sekaligus kharismatik ada di tengah-tengah saya dan sahabat saya. Salah satunya adalah sahabat kami akhinal kirom Mas Saiful Karim yang selalu menemani dan memotivasi bahwa saat kita istirahat dari dakwah ini adalah saat telapak kaki kita menginjakkan tanah surga. Selain itu jiwa kepemimpinan yang kami teladani juga dari guru-guru kami yang kami takdzimi, Ustadz Dodo Djuanda al-hajj, Ustadz Muhammad Taufiq al-hajj, dan Bu Sri Agustin. Beliau-beliau sengaja kami dekati sehingga muncul ikatan batin antara santri dan guru. Niat kami bersilaturrahim dengan beliau tidak lain untuk mendapatkan bimbingan yang lilla hita'ala, ada kegiatan atau tidak saya dan sahabat-sahabat jarang loss contact . Beliau bukan hanya menjadi rujukan ketika kegiatan bermasalah atau kesulitan. So, sekarang saya tanya sedekat apakah Sahabat dengan guru-guru di masjid ?

Ketiga, sejarah ini yang menguatkan saya bahwa memang hanya orang-orang terpilih yang bertahan. Kalau kata Ustadz Muhammad Taufiq al-hajj orang-orang yang ikhlas dan istiqomah. Mengingat 31 tahun yang lalu kegiatan akbar yang menjadi agenda tahunan, Pesantren Romadhon digelar, promotor dan pionirnya hanya tujuh orang, dan mereka adalah orang-orang yang sudah memiliki tanggung jawab luar biasa. Ada yang sudah mempunyai amanah anak dan istri, ada yang punya kewajiban untuk bekerja, ada yang punya tanggung jawab mendidik santri dll. Usia mereka juga tidak remaja tetapi jiwa mereka tetap muda, tetap semangat, dan eksis sehingga remaja-remaja di luar menjadikan mereka teladan. menjadi teladan hingga sekarang. Yang tujuh itu seakan-akan tak lekang oleh waktu, yang tujuh itu luar biasa tangguhnya, saya tidak pernah mendengar keluhan ketika merintis. Yang saya simak ketika salah satunya bercerita adalah perjalanan memakmurkan masjid memang sulit tapi mereka tetap enjoy dan menganggap hal yang lumrah terjadi. Mereka yang terus diberkahi dan ditinggikan derajatnya, guru-guru saya Allahu yarham, Qusyairi Mahfudz, Allahu yarham Yai Haji Masrur Mashud, Yai Haji Imam Barmawi Burhan, Yai Haji Hodari H.S, yai Haji Achmad Sodiq, Yai Haji Kholiel Syafi'ie, Yai Haji Muhammad Sidiq. Lantas Sahabat masih terus mau mengeluh ? masih mau ogah-ogahan ? masih berpikir 'ya sudahlah, saya ke masjid saja sudah untung' ? Sahabatku, beliau yang tujuh itu berjuang penuh TOTALITAS, mengorbankan seluruh jiwa, raga, waktu, tenaga, bahkan hartanya hanya untuk mengabdi pada agama Islam ini, mengabdi pada Yang Maha Berhak Untuk Disembah Allah ta'ala. Wallahu'alam.

Salam Cinta

Senin, 18 Juni 2012

Kedewasaan


Kedewasaan berpikir merupakan ciri khas manusia yang Allah berikan kepada setiap manusia pada waktu yang berbeda-beda. Ada manusia yang pola pikir dewasanya sudah matang di usia SMP. Ada yang baru dianugerahkan saat usia SMA, kuliah, saat telah menikah, atau bahkan di usia senja.

Perbedaan waktu itulah yang membuat tiap orang memiliki jengkal demi jengkal langkahnya dalam meraih apa yang dicita-citakan menjadi berbeda juga. Kedewasaan adalah pilihan yang juga menjadi opsi setiap orang, mau memilih dewasa hari ini, esok, lusa, atau tahun depan. Terserah.

Sama halnya dengan berdakwah. Kedewasaan menjadi poin penting yang juga harus dimiliki aktivis dakwah, penggerak dan pemakmur masjid. Tiap pribadi yang memilih untuk mengabdikan diri untuk ngawula marang Gusti Allah di masjid, harus mampu berpikir dewasa dan dilengkapi dengan mindset kreatif, inovatif, dan tawakal ‘alaLlah. Semua itu diperlukan untuk keberlangsungan dan eksistensi dakwah itu sendiri. Dakwah itu bukan dipenuhi dengan sikap yang gampang capek, mudah berprasangka buruk kepada sahabatnya, dakwah juga tidak membutuhkan sikap yang mutungan, dakwah itu sudah pasti penuh rintangan, karena di setiap halangan ada satu hikmah besar yang harus dipetik oleh setiap penggeraknya : Allah ta’ala akan meninggikan derajat dan meneguhkan kedudukan orang yang lulus ujian hambatan itu dengan sabar dan ikhlas.

Dakwah yang dalam hal ini adalah pemakmur masjid harus mau menjadi orang yang kerasan di masjid. Harus excited dengan masjid. Bukan penggerak-penggerak yang menyeru orang lain untuk ke masjid tetapi dirinya malah jarang berdiam diri di masjid. Kalau kata guru saya, Syaikhuna Abah Imam Barmawi Burhan al-Hajj, “Remaja masjid itu senengane sobo mesjid, lek ora kerasan ning masjid berarti remaja luar mesjid.”
 
Kalimat tersebut menjadi cermin bagi saya untuk merefleksikan diri saya yang notabene  dibesarkan di lingkungan remaja masjid. Kini ketika berada di luar kota saya harus mencari masjid yang aksesnya mudah untuk dihampiri, karena sebelum saya hijrah ada petuah penting yang guru saya berikan pada saya, beliau : Yai Haji Achmad Sodiq pernah dawuh,”Ning endi wae, ojo adoh soko mesjid utowo musholla. Kebiasaan jama’ah ning masjid ojo nganti ilang.”

Ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang remaja yang bergerak dalam dakwah kemasjidan, keislaman, dan menebar kebaikan, ada faktor penting yang membuat diri ini terus berbenah. Belajar berpola pikir dewasa. Memahami pahit manisnya perjuangan yang panjang ini. Mengambil hikmah dan ibroh setiap kejadian dalam perjalanan suci ini, termasuk benturan-benturan kecil dengan sahabat-sahabat yang sudah menjadi sunnatuLlah.

Yaaa, terserah usiamu berapa yang jelas tua itu pasti dan menjadi dewasa itu pilihan.
Salam Cinta.

Jumat, 15 Juni 2012

Seri Tausiah

Abuya Miftahul Luthfi Muhammad


"Banyak orang sibuk padahal dia termasuk orang yang menyia-nyiakan waktunya. Hanya orang yang disiplin atas waktunya yang hidupnya : Sehat, Sejahtera, dan Bahagia (SSB)" (KRAY Omda Sidi Miftahul Luthfi Muhammad)

Selasa, 05 Juni 2012

Seri Tausiah

H.M Taufiq tengah
"Bila seorang 'alim meninggalkan kita, kita ditinggalkan satu lampu dan sosok uswah di alam fana, bila kita ditinggal orang tua, kita kehilangan satu jalan menuju surga dan ridho-Nya. Semoga Allah menolong kita dalam memperhatikan lampu, uswah dan jalan-jalan menuju ridho-Nya yang masih tersisa, Aamiin." [H.M. Taufiq, Guru Muda REMAS Agung At-Taqwa Kab Bondowoso]

Beruntung Tuhan Tutupi Aibmu



"Ketahuilah, ketika orang lain beranggapan baik pada dirimu, menganggapmu orang yang jauh dari kecacatan, menganggapmu jarang lalai dan bermaksiat maka sesungguhnya belum tentu demikian. Itu hanyalah kemurahan Allah ta'ala yang masih berwelas asih padamu untuk menutupi aib-aibmu. Bayangkan saja kalau kekurangan, kebodohan, dan kelemahanmu yang wajar sampai yang paling privasi Allah ta'ala buka pada orang-orang di sekitarmu."  ( Saiful Karim, Remaja Masjid Agung At Taqwa Kab Bondowoso )

Allah Kariim...
Ini ujian yang benar-benar menguji hatiku. Di saat aku harus berinteraksi dengan orang-orang yang memang sudah akrab denganku, ada jeritan dan tangisan dari hati yang terdalam, "Ya Allah... aku tidak tau apa jadinya ketika Engkau membuka aib-aibku dalam hitungan detik." Waktu aku tertawa dan bercanda seakan-akan lupa kalau aku punya kekurangan diri yang kapan saja bisa Dia beberkan dengan cuma-cuma. Ah... aku sering lupa diri. AstaghfiruLlah...

Allahu Rohman...
Aku malu pada mereka. Mereka yang baru mengenalku, mereka yang belum pernah bermuwahajah denganku, mereka yang dengan ta'dzimnya mengirimkan sms, "Assalamu'alaikum, Ustadz ngapunten mengganggu....." atau mereka yang dengan unggah-ungguh kejawaannya meneleponku dan berkata, "Ustadz, nuwun sewu......" 

Allahu Rohiim...
Kata guruku di kampung, "Uskurillah,... uskurillah... Uskurillah Le !!!"
Alhamdulillah di sini , Surabaya. Engkau pertemukan aku dengan guru yang memang sudah sepantasnya aku katakan beliau SUBHANALLAH, WOW. Beliau mengajariku agar aku mencari jati diri dengan cara menghadapkanku bertemu orang-orang yang mencoba menghormati dan menghargaiku karena aku salah satu murid beliau. Amanah yang cukup besar bagiku.

Allahu Mu'izz...
Engkaulah Yang Maha Terhormat. Kalau memang Engkau takdirkan aku menjadi orang terhormat, jangan biarkan kehormatan ini membuatku meninggi, biarkan aku apa adanya, menjadi diriku sendiri.

Allahu Salam...
Selamatkan aku Ya Rabb... Selamatkan aku dari kelalaian akan aib-aibku.
Atas nama cinta, Ruang penuh inspirasi, Sukadami II/33 kamar nomor 1, Surabaya.
Salam Cinta.

Jumat, 01 Juni 2012

Shock Therapy di Malam Jum'at

Malam Jum'at kali ini ada yang mengejutkanku di depan kamar mandi lantai 2 kostku. Seusai bertabarruk, sekitar pukul 18.15 aku mandi untuk menghilangkan keringat yang membuat tubuh ini terasa gerah. Seperti biasa setelah mandi kujemur handukku di tempat jemuran lantai 2. Setelah kujemur, ingin bergegas kembali ke kamarku untuk bersiap menantikan panggilan adzan Isya'. Seketika itu pula ada yang menghentikan langkahku, dan memanggilku dari arah belakang. Aku sempat gugup untuk menoleh, agak ndredeg ketika ada suara orang tua yang memanggilku 'mas, mas, mas.' Sepersekian detik aku berpikir akhirnya kuberanikan untuk melihat sosok yang ada di belakangku.

"Mas sepurane yaaa, sepurane,"katanya.

Aku melongo dan tak percaya dengan ucapannya, masih berdegup keras jantungku.

Kujawab, "Wah... iya Pak, sama-sama saya juga mohon maaf yang banyak."

"Saya besok sudah harus kembali ke asal saya, malam ini saya terakhir di tempat ini, mohon relakan dan maafkan saya ya Mas," pamitnya dengan wajah yang memelas.

Sejenak aku berpikir, aku disini bukan shohibul bait, bukan tuan rumah, kenapa Anda harus berpamitan padaku.

Beliau berpesan dengan suara lirih dan sedikit serak, "Mas, Sampeyan semoga sukses ya!"

Semakin merinding bulu kuduk ini, tergetar hatiku namun dengan segera kuaamiini doa beliau.


Adzan Isya' berkumandang, aku tahu beliau akan pergi. Segera kuakhiri perbincangan ini.
Selamat jalan, Pak.. Semoga tenang saaat kau kembali ke asalmu.