Laman

Minggu, 27 Oktober 2013

Kembali Ziarah

Sore tadi saya sempat menuliskan kicauan pada akun twitter saya, "Kangen Mbah Ampel." Alhamdulillah, rencana dadakan karena rasa rindu yang sudah membuncah di dada ini, selepas Maghrib saya sempatkan untuk memacu gas Jupiter MX saya menuju pesarean salah satu pembabat Islam tanah Jawa.

"Duh Gusti," batin saya saat memasuki parkir sepeda motor. Trenyuh rasanya ternyata saya sudah tidak sowan sekitar tiga bulan. Ahad malam ini saya seperti bernostalgia lagi dengan Mbah Ampel, para pelayan, peziarah, pedagang pasar, dan suasana khas di lingkungan makam. Ya saya serasa masuk pada sebuah alat yang bernama mesin waktu, berputar mundur pada detik-detik empat tahun lalu, saat saya baru menginjakkan tanah yang berusia 720 tahun ini. Hampir di setiap Sabtu pagi selepas Subuh atau Senin menjelang Maghrib saya berziaroh ke pesarean Sunan Ampel untuk mengaji dan mengingat mati. Duduk bersila di deretan paving yang tersusun rapi tanpa beralaskan tikar di bawah rindangnya pohon kudu. Ya, nikmat rasanya mengaji, bertawassul, dan menghirup udara pagi di pemakaman ini. Atau saat malam Jum'at, yang selalu lebih ramai dibanding pagi hari, membaca Ya Sin, tahlil, dan sholawat yang bersahut-sahutan membuat telinga ini terpekak, bulu kuduk merinding, dan hati tergetar. Mereka yang seiman begitu khusuk melantunkan asma-asma dan kalimat-kalimat baik di bawah pekatnya malam. Suasana begitu yang memunculkan rasa harap-harap cemas terhadap kematian. Saat itu pula ada kerinduan bertemu Sang Rabb, kekasih-Nya : Sang Muhammad, para sahabat, dan waliyullah seperti Mbah Ampel.

Mungkin kegiatan seperti ini tidak diterima oleh beberapa orang, namun saya tetap meyakini bahwa mereka yang sudah wafat sejatinya tetap hidup. Raga dan jiwanyalah yang berpisah. Itu saja. Ruh tetap ada, karena tak jarang mereka hadir berkunjung pada kita yang masih hidup di dunia. Mendoakan mereka yang tiada adalah satu hal yang tidak ada salahnya, berkomunikasi dengan mereka yang sudah tidak hidup di dunia juga tidak ada salahnya. Hal paling sederhana : menyebut namanya dan mengirimkan Al Fatihah adalah satu perbuatan yang saya yakini tidak akan sia-sia. Masih tergambar jelas di kepala saya dan saya simpan baik-baik pesan itu, "Lanjutkan kebiasaanmu berziaroh Nak, karena keluargamu yang wafat turut senang."

Malam ini saya merasa tertegur, hampir saja saya meninggalkan kegiatan ziaroh yang dulunya menjadi kebiasaan. Ah.. untung saja Allah Swt menganugerahkan saya kerinduan pada Mbah Ampel, kalau tidak mungkin saya akan menjadi kacang yang lupa pada kulitnya, yang belum tahu juga kalau rasa kangen itu tidak ada tadi sore kapan saya akan bersilaturrohim pada wali yang punya nama asli Raden Rahmat. Matursembah nuwun Gusti.

Pertemuan Setahun

Menjalin kebersamaan dalam waktu yang cukup lama bukanlah perkara mudah. Lebih-lebih kami ditakdirkan untuk tidak saling bertemu dalam kurun waktu yang cukup lama tiap tahunnya, kami hanya bisa bersua saat momen Ramadhan tiba. Sekali dalam setahun. Sebelas bulan tak bertemu pasti lebih banyak pengalaman, pola pikir, dan gaya hidup baru dari luar yang melekat pada diri kami masing-masing. Tidak hanya itu, kontaminasi juga menjadi hal yang tidak bisa kami hindari karena itu bagian dari dinamika kehidupan. Lantas bagaimana nasib sebulan saat kami berkumpul?

Pertanyaan klasik yang mungkin akan terjawab klasik juga. Tiap orang pasti berusaha untuk menjadi ‘aku’ yang nomor satu. Mengutarakan sepenuh hati bahwa seakan-akan hanya dia yang punya pengalaman paling seru selama sebelas bulan. Berupaya keras untuk memberikan kisah paling inspiratif untuk lainnya yang dianggap pendengar setia. Akan tetapi, berbeda dengan kami. Itu semua bertolak belakang dari sangkaan yang diperkirakan. Berani beda, mungkin itu yang menjadi bawaan tiap dari kami yang notabene memang apa adanya. Maklum anak daerah, kota kecil pula.

Sejak kami SMA kami sudah dibiasakan untuk bekerja sama, walaupun kadang di jalur yang salah tapi menggembirakan, kerjasama saat ujian. Membantu saat yang lainnya kesulitan bukan hal yang tabu, justru kewajiban. Mendengarkan keluh kesah galaunya salah satu diantara kami juga bukan hal yang bodoh. Curahan hati mulai perkara pacar, cinta, putus, nilai sekolah, organisasi bahkan keluarga.

Atas latar belakang itu sudah bisa ditebak ketika kami berkumpul dalam momen yang hanya setahun sekali itu. Bukan meng-aku-kan diri tapi kami saling berbagi cerita dengan sedikit egoisme. Malu untuk show off who am I, karena kami adalah kumpulan bocah yang komplit. Memahami siapa yang memang cerewet, jago bicara, dan jadi bahan pembicaraan, hahaha. Jarang sekali kami membahas kegiatan sebelas bulan di luar yang menjadi kehidupan kami paling banyak. Kami lebih suka bernostalgia, membicarakan apa yang sedang terjadi sekarang, dan melanjutkan rencana kumpul-kumpul dengan tidak sia-sia.

Sepuluh sampai sebelas orang tiap tahunnya, kami kumpulan bocah alumnus SMA ternama di Bondowoso yang memang sudah ditakdirkan untuk punya pemikiran seiya sekata sampai sekarang masih bisa berkumpul. Terhitung sejak 2011 ide gila kami tercetus oleh seorang yang menjadi pionir gerakan ini, Ajeng mengawali kebermanfaatan kami sebagai sosok manusia yang memang seharusnya menjadi manfaat untuk orang lain.

Berkegiatan sosial, menjadi pilihan yang dirasa pas untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan. Sejak ituah, tiap dari kami mulai peka terhadap sekitar, ternyata masih banyak saudara-saudara kami yang tidak seberuntung kami. Sekolah terluntang-lantung karena harus bingung mencari pinjaman sepatu, sekolah dengan perasaan sedikit minder karena seragam yang dikenakan sudah tidak seputih siswa yang lain, dan tak jarang yang celana sekolahnya harus ditambal jahit ulang. Ada juga yang harus ber-part time di usia yang sungguh belia, mencari tambahan uang saku atau bahkan sesuap nasi untuk hari itu. Masih banyak juga yang bersusah payah lalu berputus asa karena untuk biaya sekolah, makan, dan papannya sangat kesulitan, maklum ditinggal mati ayah ibunya. Padahal, mereka juga punya hak seperti kami. Harusnya begitu. Lantas apakah kami yang tahu kekejaman kodisi ini berdiam tak tergerak hatinya? Sudah membatukah anugerah Tuhan berupa nurani ini? Semoga tidak.

Kami merasakan kenikmatan tersendiri menjadi penebar rizki saudara-saudara kami yang mampu. Indahnya berbagi karena ada janji Tuhan yang lebih indah saat kami berbagi menjadi alasan kenapa sampai hari ini, di tahun ketiga, kami terus mengorbankan tenaga dan uang saku dari orang tua kami untuk berkegiatan sosial. Malu, kami yang sudah berkecukupan kalau membiarkan ketidakmampuan saudara-saudara kami yang lain. Ajeng, Shelly, Eddo, Fanie, Dhika, Maya, Ade, Etta, Grace, Koko, dan lainnya punya tanggung jawab moral sebagai manusia Indonesia yang katanya terkenal ramah dan saling bercancut tali wondo. Pertemuan setahun, menebar manfaat merangkul mereka yang tidak seberuntung kami.


Dedicated to my KURMA team (Syukur Ramadhan Untuk Sesama)

Kamis, 24 Oktober 2013

TEMPE TAHU AMERIKA RASA INDONESIA

Selain sandang dan papan, salah satu kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup adalah ketersediaan bahan pangan. 2013, beraneka jenis bahan pangan dan olahannya muncul di berbagai penjuru di dunia tidak terkecuali Indonesia, hal yang menjadi pertanyaan retorik bagi kita muslim Indonesia adalah apakah ini bagian dari kemajuan perkembangan Islam? Padahal sudah jelas dan gamblang Allah Swt jelaskan dalam Al Qur’an untuk mengkonsumsi barang yg jelas halal dan thoyyib (baik) lagi tidak menjijikkan (Al Baqoroh : 168).

Lebih jauh lagi kita berpikir, ini bukan sekedar haram atau halalnya satu bahan pangan tetapi lebih menyadarkan kita untuk menggunakan anugerah yang Allah ta’ala berikan kepada kita manusia, akal. Logika, etika, dan estetika dengan berqouliah menjadi hal yang juga harus diperhatikan dalam memandang setiap sebuah fenomena. Mari kita gunakan tiga komponen tersebut untuk mendiskusikan bahan pangan yang sekarang beredar di masyarakat Indonesia.

Ada hal yang menarik terjadi di negeri ini, semua orang Indonesia sejak masa sekolah dasar sudah dijelaskan bahwa negara ini  adalah negara yang gemah ripah loh jinawi karena Allah ta’ala anugerahkan agraris dan maritim. Dogma tersebut penulis dapatkan sekitar tahun 1997 atau 1998 ketika masuk sekolah dasar. Akan tetapi, ada fakta baru yang penulis dapatkan di tahun 2013 ini, saat penulis hampir menyelesaikan studi profesi dokter hewannya. Sebulan yang lalu dari sebuah surat kabar diberitakan dari Pemilik Sentra Produksi Tahu Putra Soma bahwa Indonesia sudah impor kedelai dari Amerika sejak tahun 90-an, padahal sebelumnya kedelai yang dibuat untuk tahu dan tempe adalah 100% kedelai lokal. Nah loh… jadi tahun 90’an itu yang betul yang mana?

Terlepas dari informasi di era 90’an, selain Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika, Indonesia juga mengimpor dari India, China, dan Brazil hanya saja ketiga negara yang penulis terakhir sebut sudah tidak mengimpor lagi. Jadi, saat ini Amerika menjadi satu-satunya negara ‘penyumbang’ kedelai untuk Indonesia. Apakah fakta ini bisa ditarik benang merah bahwa Indonesia sudah bergantung pada Amerika? Hipotesis penulis, bisa jadi. Hal yang harus dicermati disini adalah Amerika, negeri Paman Sam ini telah menggunakan teknologi transgenik. Teknologi transgenik adalah teknologi yang meluas sejak tahun 90’an, transgenik merupakan teknologi merekayasa genetic pada bahan pangan baik pada hewan atau tumbuhan sebagai sumber pangan dengan menyisipkan gen atau DNA binatang, bakteri, atau virus untuk tujuan tertentu. Seorang ahli ekonomi abad 18, Robert Maltus berpendapat dengan merekayasa genetic bahan pangan dianggap mampu mengatasi masalah pangan karena menurutnya jumlah populasi manusia cenderung tumbuh secara deret ukur (1, 2, 4, 8, 16 dst) sedangkan perediaan makan tumbuh secara deret hitung (1, 2, 3, 4, dst) dan dianggap bisa menimbulkan kelaparan seluruh dunia.

Transgenik, walaupun sudah berkembang pesat sejak tahun 90’an dengan pembuktian seperti kentang Bt (Bacillus thuringinensis) yang tahan terhadap cendawan dan nematoda. Atau tomat yang tahan pada cuaca dingin bahkan bersalju karena direkayasa dengan penyisipan ikan Flounder yang bisa bertahan hidup di perairan dingin. Sampai saat ini teknologi tersebut masih dalam perdebatan yang belum bertemu simpulnya dikarenakan ada pihak yang pro dengan dalih ini sebuah kemajuan dan perlindungan dunia dari kelaparan global, di sisi lain transgenik masih dianggap berbahaya bagi keselamatan hidup manusia karena telah terbukti secara ilmiah.

Setelah mengenal sekilas tentang transgenik, mari kita kembali pada cermatan penulis tentang Amerika dan transgenik. Transgenik yang tingkat keamanannya belum bisa digaransi karena proses pembentukannya tidak alami dan bisa menyebabkan mutasi yang luas ternyata di Amerika sudah dikembangkan pada beberapa bahan pangan. Data menunjukkan 63% jagung, 83% kapas, dan 89-90% kedelai Amerika adalah transgenik. Data ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar kedelai yang Indonesia impor dari Amerika adalah kedelai transgenik. Tahu, tempe, bahkan susu kedelai yang dianggap menyehatkan kemungkinan besar adalah transgenik asal Amerika yang tingkat keamanannya perlu dipertanyakan.

Belakangan ini, peneliti independen menyatakan dalam sebuah jurnal bahwa kedelai trangsenik kandungan proteinnya bisa bermutasi, dengan sebutan seems like a prion. Prion adalah protein normal yang bermutasi menjadi protein scrapie dan bersifat infeksius infeksious yang menyerang secara neurologis (saraf) dan berakibat fatal pada manusia dan hewan. Beberapa contoh penyakit yang disebabkan oleh prion adalah penyakit kuru pada manusia dan sapi gila/ mad cow disease pada hewan. Kdelai transgenik memiliki kemampuan tahan terhadap herbisida, hal itu mengindikasikan ada perubahan gen di dalamnya yang salah satu molekul di dalamnya akan menimbulkan senyawa allergen (zat penyebab alergi).

Sekali lagi, teknologi transgenik tidak didukung seratus persen dan tidak ditolak seratus persen. Pihak yang pro berpendapat bahwa dapat meningkatkan kualitas, dengan teknologi ini akan menghemat biaya dan lebih aman karena tidak menggunakan pestisida atau obat tumbuhan secara kimia. Pendapat lain menyatakan bahwa teknologi ini tidak alami dan dapat menimbulkan zat berbahaya bagi manusia. Kedua pihak ini sama-sama memiliki bukti ilmiahnya.

Teknologi itu tak ubahnya seperti pisau bermata dua, bisa bermanfaat atau berbahaya. Penulis hanya menghimbau, mencermati, dan mencoba mengajak berpikir. Apakah kedelai transgenik Amerika yang dikonsumsi muslim Indonesia sudah benar-benar aman? Ingat, terkadang efek suatu bahan terhadap tubuh manusia itu berlangsung kronis (menahun), per akut (sangat cepat) sehingga tidak menimbulkan gejala, atau akut (cepat). Bisa jadi bahaya yang ditimbulkan 3-4 tahun atau bahkan belasan sampai puluhan tahun ke depan, seperti efek minuman-minuman berenergi yang merusak ginjal, tidak seminggu atau sebulan tapi butuh bertahun-tahun sampai ginjal kita rusak jika terus mengkonsumsinya. Berikutnya, ingatkah Anda jika muslim Indonesia yang Jawa Dwipa ini benar-benar ditakuti oleh barat jika semakin bertakwa pada Allah Swt?

Merujuk pada sulthon yang Allah tuliskan pada surah ke 55 dalam Al Qur’an, sulthon inilah yang harus muslim mukmin sadari. Teknologi dan ilmu pengetahuan harus dikuasai, bukan kaum neoliberalisme yang menggenggamnya. Muslim. Ada hal terpenting yang harus disadari oleh muslim di era sekarang, bukan perang fisiklah yang menjadi strategi kita sekarang. Indonesia, negeri tercinta ini sudah ber-ghazwul fikr dengan barat, perang pemikiran, perang teknologi. Perang yang sebagian muslim tidak menyadarinya, bahkan pondok pesantren sekalipun. Terjajah perlahan-lahan oleh ideologi non qur’anic, non Muhammad.

Rapi benar barat menyusup, mengelabuhi dengan berbagai tipu daya yang seakan-akan mempermudah Islam yang sudah mudah. Termasuk melalui tahu dan tempe yang hampir setiap hari menjadi santapan di meja makan keluarga, warung kopi, atau warung makan tengah pasar. Tahu dan tempe pun menjadi dilema. Beginilah tempe tahu Amerika rasa Indonesia.

Anda mau bagaimana? Berpuasa lebih aman.

Sabtu, 12 Oktober 2013

Keluarga Bencana

5:17 Menjelang Maghrib di 12 Oktober ini aku terharu ketika membaca blog temanku yang sedikit mengutarakan perjuangannya bersamaku dan delapan belas orang lainnya. Ya, perjuangan setahun yang lalu saat kami ditugaskan kampus untuk berkuliah kerja nyata bersama masyarakat di desa terpencil, pedalaman Tengger lereng Bromo. Aku memang tidak sedetail orang-orang lain untuk mencatatkan setiap cita-cita dan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan. Rupanya temanku itu membuat mataku terbuka bahwa kami yang setahun lalu pernah mengabdi di Desa Kedasih menjadi sebuah keluarga yang walau tidak bertemu masih bisa bercengkerama.

Oh Tuhan... Terima kasih Engkau telah mempertemukanku dengan mereka orang-orang hebat yang banyak mengajariku berbagai hal. Termasuk tentang pengabdian ini. Entahlah, darimana asal-usul #KB (Keluarga Bencana) yang menjadi identitas kami, mungkin waktu menggagasnya aku tidak ikut. Akan tetapi, walaupun nama kami #KB insya Allah kami justru mengantarkan berkah Tuhan untuk sesama makhluk. Amien.

5:26 Sambil menjawab adzan Maghrib yang berkumandang aku mencoba melanjutkan paragraf ini. Tidak kusangka walaupun kami yang berduapuluh itu terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda, life style yang bervariasi, agama, suku, dan ras yang benar-benar Indonesia ternyata kami tetap satu saudara sejak itu sampai sekarang. What a life! Aby, Linda, Idia, Adis, Nindi, Fami, Tya, Dyan, Putri, Etik, Lalak, Kinasih, Gaston, Sahnaz, Alfi, Yoan, Titi, Yulia, dan Mbak Nelly kalian semua ternyata hebat, awesome!

Muhammad Ersya Faraby (Aby)
darinya aku belajar banyak tentang kepemimpinan, kesabaran, dan kekonyolan. Mator sakalangkong Cong!

Karlinda Sari (Linda)
dibalik gokil dan comel khasnya ternyata dia mengajarkanku apa itu quality time. Salut atas lulusmu yang 3.5 tahun dengan nilai Cum Laude

Idia Mawadda (Umik)
Turunan Arab yang nggenah kok, calon dokter yang baik ini mengajariku apa itu simple dan easy going. hahahaha... makasih Mik

Claudya Tio Elleossa (Adis)
Thank your very much for #KB stories in your http://unspokenspace.blogspot.com/ 

Anindi Lupita Nasyanka (Nindi)
S.Farm terbaik UNAIR tahun 2013 ini, totalitasmu dalam mengabdi kau buktikan dengan segala perlengkapan ternyata banyak barangmu yaaa.. hahahaha

Fami An Najam
Di balik absurdmu ternyata banyak rahasia. -__-

Rachmannia Izzati (Tya)
Kapan aku lihat kamu cemberut bu dokter gigi? hahahaha

Dyan Suwartiningsih (Dyan)
Sisa...sisa...sisa.. terima kasih atas kultur Jawamu yang kental, satu vocabulary baru untukku

Putri Rokhmawati (Budhe)
Ini dia sosok yang berjiwa besar saat mengajar. Sabarnya besar seperti badannya :p

Etik Ainur Rohmah (Etik)
Pekerja keras, cerdas, rajin, kutu buku tapi tetap supel. Makasih Tik...

Lalak
Awesome Doctor!

Thomas L H (Gaston)
Terima kasih Bro! tukar informasi budayamu sungguh menarik. Kau juga punya toleransi yang sangat baik pada saudaramu yang muslim. Aku tunggu wisudamu

Sahnaz
Cantik, berbakat di dunia modelling tidak membuatmu merasa tertekan untuk tinggal di daerah terpencil. Hebat.

Alfi A. Pratama (Alfi)
Awalnya kamu terlihat freak tapi ternyata tidak, kamu friendship banget suwun Fi...

Yohana Anggarasari (Yoan)
Ini dia partner yang menemaniku saat pelayanan kesehatan hewan. Suwun Yooo wes nemani sampek kamu sakit. Be a good vet yaaa....

Redianti Galuh (Titi)
Cerewet, lucu, dan gokil... hahahahahaha... Apa kabar tante, terima kasih atas trial briketnya di Kedasih :p

Kinasih Aicha (Kinasih)
Hahahaha...

Yulia Agustina
Manjamu ternyata tidak berlaku di Kedasih ya Neng. Hebat!!!

 Mbak Nelly
:)

Special Thank You for Mr. Hario Megatsari

Last, God Bless You... :)



Rabu, 09 Oktober 2013

Idul Qurban Itu Mensejahterakan Hewan

Idul Adha sudah tinggal sehari lagi, semua muslim di seluruh penjuru dunia menyambut dengan penuh suka cita karena sebagian dari mereka ada yang Allah ta'ala berikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji dan menjadi tamu agung-Nya di Mekkah dan Madinah. Ada pula yang bahagia karena pundi-pundi uangnya mencukupi untuk membeli hewan kurban baik kambing atau sapi. Tidak kelewatan, mereka yang belum mampu berkurban dan berhaji juga turut gembira, karena mereka yang fakir lagi miskin akan mendapatkan santunan daging dari yang mampu.

Saudaraku, sudah dijelaskan bahwa ternak yang Allah Swt ciptakan diperuntukkan bagi kita sebagai bahan pangan, alat transportasi, atau alat bantu, dan lain-lain. Di moment mulia ini, moment berbagi sesama manusia dalam hal istimewa, berbagi daging yang tidak semua orang bisa menjadikannya sebagai sumber pangan yang mudah dibeli maka sudah barang tentu ada kenikmatan tersendiri bagi yang bersedekah dan yang disedekahi.

Sama seperti kali ini, H-1 Idul Adha lahan kosong pinggiran metropolis Surabaya yang gersang di tepi jalanan aspal beraromakan kurang sedap karena petak-petak tanah kosong tersebut menjadi pasar hewan dadakan, sapi, kambing, dan domba diikat dan dipamerkan seperti showroom mobil di bilangan Kertajaya. Entah darimana ternak-ternak itu dipasok, dan bagaimana izin usahanya mengingat bentuk pasar yang serba cepat ini, yang jelas seperti biasanya saat Idul Adha, harga ternak tersebut menjadi cukup tinggi.

Hal yang ingin saya cermati untuk fenomena ternak kurban ini adalah satu dari tiga poin triangle force yang Abuya Luthfi tekankan, meng-alam-kan alam. Pada konteks ini meng-alam-kan alam adalah memperhatikan hewan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, Allah ta'ala. Sebagai calon dokter hewan, saya padukan konsep animal welfare (kesejahteraan hewan) dengan keyakinan saya, Islam. Animal welfare merupakan sebuah konsep dasar manusia dalam memperlakukan hewan sesuai dengan kodratnya, menurut saya animal welfare adalah bagian dari iman seorang muslim karena seorang muslim itu merupakan titisan Nabi Muhammad Saw melalui ajaran-ajaran beliau. Memperlakukan makhluk-Nya dengan adil, maka mensejahterakan hewan juga bagian daripada berlaku adil terhadap makhluk, ada lima poin yang harus disadari oleh manusia dalam memperlakukan hewan, yang pertama hewan itu harus freedom from hungry and thirsty, lalu freedom from injury and pain, yang ketiga freedom from discomfortable, yang keempat freedom from fear and distress, dan yang terakhir freedom to express natural behaviour.

Cukup dijelaskan secara garis besar, saya akan bertanya balik pada pembaca sekalian, apakah ternak kurban yang dipamerkan di tepi jalan sudah bisa berteduh dengan baik? apakah pakan dan air mereka setiap hari sudah tercukupi? apakah mereka nyaman? apakah mereka benar-benar terbebas dari stress dan ketakutan? dan yang terakhir apakah mereka bisa bertingkah sesuai naluri alamiahnya? Saya hanya bisa berandai-andai, kalau saja Nabi Sulaiman masih hidup maka mungkin saja sapi-sapi dan kambing-kambing itu akan berkeluh kesah pada beliau.

Berikutnya mengenai penyembelihan ternak kurban, Anda boleh saja memotong banyak hewan lalu tersebar kepada masyarakat namun tetap ada yang harus diperhatikan. Penyembelihan yang baik sehingga halallah daging kurban tersebut. Memperhatikan jalur nafas, makan, dan dua pembuluh darah yang harus terputus adalah penting karena begitulah yang disyari'atkan. Memang lebih aman jika Anda yang berlaku sebagai pengurus atau panitia penyembelihan hewan kurban mengawasi dan tegas terhadap penyembelih walau terkadang ada gesekan dan sedikit bersi tegang. Hal itu demi kebaikan bersama, karena kurban bukan hanya soal daging tapi soal ibadah, soal laku amal pada Allah ta'ala yang diteladankan melalui Nabi Ibrohim as dan putranya.