Laman

Senin, 03 September 2012

Dai, Kalian Kemana ?

Pagi Milik Desa Kedasih

Sudah lama sekali saya tidak memutar lagu di ruang komputer sederhana rumah. Kali ini lagu yang saya putar adalah lagu KOTAK – Apa Bisa yang mengingatkan saya dengan Bromo, lagu ini merupakan OST Tendangan Dari Langit yang setting filmnya di kawasan Gunung Bromo.

Jika ingat Kedasih, desa saya saat melaksanakan KKN di daerah Bromo, yang menjadi pertanyaan besar untuk saya adalah kemana dai-dai yang katanya lulusan pondok pesantren ? kok peradaban Islam di desa saya masih sangat minim. Sedikit saya ingin bercerita tentang Kedasih yang cancut tali wondo masyarakatnya sangat tinggi. Kompak, rasa saling menghormati masyarakatnya jempol betul. Terasa benar aroma pedesaannya, terasa betul that was really Indonesia.

Akan tetapi, kembali yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah kok agama Islam yang menjadi agama yang tercantum di KTP tiap orang belum terlihat ghiroh ibadah Islamnya ? Salah satu kesimpulan sementara saya adalah kurangnya suntikan-suntikan keilmuan Islam sehingga masyarakat sana memang tidak tahu dengan pasti bagaimana seharusnya Islam. Jadi tidak usah terlalu heran kalau Islamnya masih kurang. Lantas apa yang harus diherankan ? yaaaa... saya tahu kalau Probolinggo merupakan kota/kabupaten yang memiliki puluhan bahkan ratusan pondok pesantren. Pondok pesantren yang mendidik putra-putri bangsa untuk bisa menjadi muslim Indonesia yang selalu menebar salam ketauhidan, ad dinul Islam. Yang saya tahu, ketika santri-santri di pondok pesantren akan lulus, para santri akan dilepas ke beberapa daerah untuk melaksanakan pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat untuk menyebarluaskan agama Islam, membuat masyarakat yang tak tahu Islam menjadi kenal dengan Islam. Membuat masyarakat yang laku Islamnya kurang baik menjadi lebih baik. Membuat masyarakat benar-benar bangga menjadi seorang muslim. Namun mengapa santri-santri pengabdi tidak sampai di daerah saya berKKN ? Apa mungkin daerah pelosok Probolinggo dirasa sudah tersentuh Islam dengan baik lalu pengabdian para santri sudah tidak di daerah pelosok Probolinggo lagi ? Atau mungkin pihak pesantren tidak tahu kalau di pelosok daerahnya ada sebuah desa terpencil yang butuh pencerahan ? Pikiran paling buruk adalah mungkin saja karena pihak pesantren sudah berteknologi modern, sudah tidak berkuda tapi pakai setir bunder (red:mobil) yang berharga puluhan ratusan juta sehingga eman-eman kalau dipakai untuk naik turun gunung ?

Saya prihatin dengan perkembangan Islam saat ini, semakin banyak yang mengaku Islam tapi tidak berperilaku Islami. Ini menjadi tanggung jawab besar para santri, dai, muballigh, dan para ‘alim ‘ulama untuk memperbaiki. Memprihatinkan betul, sampai-sampai judul sinetron di televisi adalah ISLAM KTP. Seharusnya sindiran itu menjadi tamparan besar untuk orang-orang yang berIslam dengan baik. Mungkin statement berikut keras dan kasar, sebuah pertanyaan retorik untuk kita semua yang muslim. ‘Jangan salahkan siapa-siapa, kalau mereka yang sudah berKTP Islam lebih tertarik pada yang bukan Islam ! Karena yang bukan Islam lebih perhatian dan peduli !’

Dai, kalian kemana ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar