Beberapa hari lalu saya pulang ke kota kelahiran saya, Bondowoso. Tidak jauh berbeda ternyata geliatnya, sama seperti di Surabaya. Media publikasi kampanye ternyata juga ramai, hampir di setiap sudut kota ada, entah pemasangannya sesuai izin atau ilegal. Satu hal yang saya cermati dan menjadi uneg-uneg di kepala saya tentang pemilu tahun ini.
Banyaknya calon legislatif yang tidak terkenal bahkan tidak dikenal ternyata semakin nyata, baguslah ini demokrasi. Hahaha... Saya bukan ahli politik atau pemerhati politik, awam terhadap politik tapi terkadang suka dengan hiruk pikuknya orang berpolitik. Fenomena lima tahun belakangan sejak 2009 lalu ternyata berbuah di tahun 2014, terlalu banyak image negatif dari para wakil rakyat di tingkat daerah maupun pusat menjadikan pemilu tahun ini semakin ramai. Entah apa karena rakyat sudah tidak percaya lagi dengan para wakilnya di gedung paripurna sehingga mereka yang benar-benar rakyat, yang mungkin tidak tahu menahu bagaimana menyusun undang-undang, tidak paham dengan peraturan perundangan, tidak mengerti tentang hirarki pemerintahan, atau apapun itu yang berkaitan dengan politik dan pemerintahan justru di tahun ini mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Saya bertanya-tanya juga, apakah tidak ada seleksi di tingkat partai politik? tapi ketidaktahuan ini, saya terjemahkan saja sebagai inilah demokrasi, siapapun bisa maju. hahaha... Pedagang kelontong, pedagang warung, wirausahawan, dan supir angkot pun nyaleg. Tidak ada yang salah memang, hanya saja saya sebagai calon pemilih juga semakin bingung, pilih yang kompeten tapi biasanya saking kompetennya akhlaknya jadi kurang baik, saking pandainya jadi ngakali seperti periode 5 tahun lalu. Tidak semua, tapi image itu sudah melekat pada mereka yang ternyata kurang bisa mewakili rakyat. Mau pilih yang baru, selebritis, pedagang, supir, atau apapun yang sepertinya kurang pas untuk duduk di kursi para wakil kok ya canggung.
Bingung pemilu.