Rutinitas bangun paginya saat
Subuh tak pernah terlewatkan, maklum dia muslim. Bergegas untuk membereskan isi
rumah pagi-pagi dan membangunkan si kecil yang masih penuh manja, dengan
sabar ia membangunkan buah hati tercintanya. Sejenak terkesan dia over dalam
menyayangi si kecil, mungkin karena buah cinta pertamanya. Setelah si kecil
merengek manja, dengan sigap dia mengajak si kecil untuk mandi pagi dengan air
hangat yang telah ia siapkan. Menghabiskan waktu 15-30 menit untuk memandikan
seorang anak berusia empat tahun, sambil bermain keceh-keceh air di bak biru bergambar Sponge Bob.
Santap sarapan pagi bersama si
kecil tak pernah ia lewatkan walaupun hanya dengan sebutir telor ceplok, mie
instan dan segelas teh hangat. Berlebihan mungkin, sampai-sampai ia harus
bersama si kecil di waktu pagi, termasuk juga mengantarkan si kecil sekolah di
taman kanak-kanak. Rutinitas paginya selalu begitu, stabil, konstan, itu-itu
saja tiap pagi.
Dia bukan ibu dari bocah kecil
yang TK itu, yaa... seharusnya rutinitas seperti itu punya sang ibu tapi ini
tidak, yang ini ayah si bocah yang melakukan, mungkin karena sang ayah harus
berangkat kerja setelah mengantarkan buah hatinya ke sekolah dan seringkali
keadaan yang memaksanya untuk tiba di rumah pukul 18.30 – 19.00.
Pekerjaan apa yang dilakoni sang
ayah ? mungkin kebanyakan orang berpandangan bahwa sang ayah workaholic yang sangat, yang sampai
melupakan keluarganya, yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah
bersama lainnya, mungkin juga banya pikiran bahwa yang ia kejar hanyalah uang, uang, dan uang tanpa memikirkan
keharmonisan sebuah rumah tangga. Tunggu dulu, keadaan yang memaksanya, bukan
keadaan financial hanya untuk sekedar membuat dapur mengepul. Tapi keadaan yang
mungkin justru membuatnya menebar amal di luar sana.
Sang ayah harus memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat luas, yang itu
mungkin terlihat menggadaikan pertemuan sang ayah dengan anak istrinya. Seperti kita tahu Tuhan
memberikan rizki kepada hambanya dengan cara yang tiap orang punya relnya
sendiri untuk menerima keberlimpahan itu. Sang ayah ini harus menjemput apa-apa
yang sudah dijanjikan Tuhannya melalui waktu berjam-jam di luar gubuknya,
berangkat pagi dan pulang malam. Sudah kodratnya menelusuri janji Tuhan itu
dengan menempuh jarak kurang lebih 25 km dari rumahnya, jarak yang tidak hanya sekedar
angka 25 km, tapi dilengkapi dengan medan yang terjal, berkelok-kelok, bebatuan, ya itu semua karena rizkinya
ada disana. Di dataran tinggi, pegunungan. Sang ayah bertugas untul memberikan pelayanan sebagai
inseminator kawin suntik sapi kepada masyarakat banyak di gunung sana. Tak pernah ada kata
libur baginya, Sabtu dan Minggu di akhir pekan yang katanya hari untuk
berquality time bersama keluarga juga harus dipakai untuk memberikan pelayanan. Jika begitu apakah hanya sekedar uang yang menjadi alasan ?
Bayangkan saja, jika dia harus mengabaikan permintaan para
peternak tradisional yang sebagian besar adalah golongan menengah ke bawah.
Masih tidak bisa membayangkan ? Begini, sapi, betina khususnya bagi orang
pegunungan merupakan harta berharga, bisa dikatakan tabungan hidup yang
sewaktu-waktu bisa mereka gunakan untuk keperluan mendadak. Ketika dalam satu
tahun sapi betina mereka tidak beranak maka mereka akan mengalami kerugian
mencari pakan dan biaya pemeliharaan. Betapa capeknya mencari rumput, berangkat
pagi-pagi bermodalkan sebilah celurit dan satu karung kosong dan harus memikul
rumput yang telah diarit untuk diberikan pada sapinya saat senja menjelang. Jika
selama satu tahun demikian dan si sapi betina tak beranak, maka darimana mereka
harus menambah pundi-pundi tabungannya ?
Begini, sedikit berbagi, peternak
akan memanggil inseminator jika sapinya menunjukkan tanda-tanda birahi. Nah...
ketika sapi birahi bukan urusan yang sederhana karena birahi sapi memiliki
siklus. Siklus yang tidak lebih dari sehari, dua hari, atau tiga hari. Lama
birahi sapi kira-kira 15-20 jam dan rata-rata 18 jam. Agar diperoleh kebuntingan inseminasi buatan
yang tinggi maka waktu inseminasi yang baik adalah pertengahan birahi sampai 6
jam setelah birahi berakhir atau 9-24 jam dari awal tanda birahi. Gampangnya,
ketika sapi menunjukkan birahi di pagi hari maka waktu yang tepat untuk meng-IB adalah di
hari yang sama. Jika birahinya siang atau sore hari maka yang baik untuk meng-IB
adalah hari berikutnya sebelum terlalu siang/sore (sebelum jam 12.00 kira2).
Melihat siklus birahi sapi betina
yang demikian, maka sang ayah harus tepat waktu jika terlambat kesempatan
untuk memiliki embrio sapi baru akan pupus, sehingga harus menunggu satu siklus
lagi (21 hari lagi) bagi peternak untuk munculnya birahi, bayangkan 21
hari menunggu dengan aktivitas mencari rumput lagi, mubadzir rasanya siklus yang
kemarin. Hanya gara-gara sang inseminator tidak tepat waktu, tidak memberikan
pelayanan yang baik.
Mungkin itulah yang menjadikan
sang ayah harus merelakan waktunya di luar, bersama peternak dan sapi-sapi
betinanya. Dia hanya tidak ingin peternak nelongso
karena sapinya tak kunjung bunting karena terabaikan olehnya yang pada
akhirnya tak kunjung berbuahlah tabungan si peternak.